Jakarta, Beritasatu.com - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden telah resmi meluncurkan Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik atau Indo-Pacific Economic Framework (IPEF) bersama negara-negara mitra tahap awal, termasuk Indonesia.
IPEF merupakan upaya untuk memperkuat hubungan ekonomi dan kerja sama di kawasan Indo-Pasifik yang sejauh ini melibatkan 12 negara, yaitu Amerika Serikat, Australia, Brunei Darussalam, India, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Selandia Baru, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Koordinator Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Shinta Widjaja Kamdani menyambut baik inisiatif IPEF ini, terlepas dari ada tidaknya aturan yang mengikat kerja sama di antara 12 negara yang terlibat pada saat ini.
Ia melihat, dari inisiatif ini tidak menutup kemungkinan adanya kerja sama ekonomi yang sifatnya lebih praktis dan mengikat di masa mendatang.
"Melalui inisiatif ini, kami harap ada pendalaman relasi ekonomi antara Indonesia, Asean dengan Amerika Serikat, khususnya dalam hal perluasan supply chain dan juga terkait kerja sama adopsi teknologi industri dari Amerika Serikat," kata Shinta kepada Beritasatu.com, di Jakarta, Kamis (26/5/2022).
Shinta menjelaskan, meskipun tidak ada perjanjian dagang atau sejenisnya, diharapkan melalui inisiatif ini akan dimunculkan program-program kerja sama bilateral atau regional yang sifatnya lebih praktis dan pragmatis untuk pelaku usaha.
"Khususnya, terkait kerja sama adopsi teknologi industri seperti kendaraan listrik atau electric vehicle (EV), baterai, semikonduktor atau bahkan teknologi kesehatan seperti genetic sequencing,” jelasnya
Dalam hal pendalaman supply chain, pelaku usaha juga berharap akan ada kerja sama ekonomi bilateral-regional yang bisa mempermudah atau meningkatkan partisipasi UMKM dalam ekspor ke Amerika Serikat.
Shinta juga menilai wajar bila Amerika Serikat ingin meningkatkan presence atau kehadirannya di kawasan dengan menggunakan instrumen IPEF. Indonesia juga tidak akan mengalami kerugian dari langkah yang diambil Amerika Serikat tersebut.
"Terkait kerja sama ini mau difungsikan sebagai instrumen politik untuk mengimbangi pengaruh Tiongkok di Asean dan Asia Pasifik, kami rasa sah-sah saja. Karena Asean punya RCEP dan Asean-China FTA, tentu hubungan dagang dan investasi kita jadi jauh lebih dekat dengan Tiongkok daripada dengan Amerika Serikat yang kita sama sekali tidak ada instrumen yang menjadi leverage hubungan dagang dan ekonomi seperti FTA," kata Shinta.
"Jadi wajar bila Amerika Serikat ingin meningkatkan presence-nya di kawasan dengan menggunakan instrumen IPEF. Sebagai negara, kita juga tidak akan mengalami kerugian apa pun dengan peningkatan presence di kawasan. Toh kita tidak punya kepentingan apapun untuk menekan atau meningkatkan dominasi Tiongkok di kawasan,” tambahnya.
Halaman: 12selengkapnya
Saksikan live streaming program-program BeritaSatu TV di sini
Sumber: BeritaSatu.com