Jakarta, Beritasatu.com - Perusahaan riset pasar Astronacci International menyebutkan, inflasi tinggi di Amerika Serikat (AS) dan kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve (Fed) diprediksi menyebabkan penguatan dolar dan terus menekan mata uang rupiah.
CEO Astronacci International, Gema Goeyardi mengatakan, pelemahan rupiah sebenarnya dimulai dari krisis finansial market dan juga ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina yang menyebabkan kenaikan pada harga minyak dan diikuti dengan inflasi secara besar-besaran di AS. Kenaikan suku bunga The Fed dikhawatirkan mendorong laju penguatan dari US Dollar Index (DXY) yang kedepannya akan berdampak negatif terhadap rupiah.
"Dengan kondisi rupiah yang berada di Rp14,340 per dolar AS berhasil menguat ke area Rp 14,450 per dolar AS pada 25 April 2022. Hal ini menandakan bahwa USD/IDR mulai keluar dari area konsolidasinya," jelas Gema dalam keterangannya, di Jakarta, Selasa (28/6/2022).
Gema melanjutkan, kondisi rupiah pada saat ini adalah laggard indicator dari dolar AS. Sehingga ketika terjadinya penguatan terhadap dolar secara terus menerus, maka sebentar lagi akan terjadi pelemahan terhadap rupiah secara signifikan.
Kenaikan suku bunga The Fed yang diawali pada bulan Maret 2022 sebesar 25 bps, lalu mengalami kenaikan lagi pada bulan Mei 2022 sebesar 50 bps, hingga kemudian mencapai 75 bps pada Juni 2022.
Melihat pelemahan nilai tukar berada di posisi Rp14.812 per dolar AS di pasar perdagangan pada Senin (27/6/2022), Gema mengatakan, pihaknya memperkirakan akan terus terjadi penguatan dolar AS hingga target Rp16.200 per dolar AS.
Terkait analisis pelemahan rupiah, Astronacci memberikan prediksi nilai tukar dolar memiliki potensi untuk menguji kembali area support dan membentuk secondary reaction.
Halaman: 12selengkapnya
Saksikan live streaming program-program BeritaSatu TV di sini
Sumber: Investor Daily