Menurut Hery, UU Energi dan UU Migas dapat menjadi landasan hukum bagi pemerintah untuk bisa membatasi subsidi BBM. Pemerintah sudah seharusnya melarang penggunaan BBM bersubsidi bagi kendaraan roda empat ke atas jenis non-angkutan umum.
“Konsumen atau pengguna merupakan masyarakat yang menurut undang-undang berhak dan layak menerima serta menikmati subsidi energi yang disediakan oleh pemerintah. Sudah saatnya, pemerintah memastikan kemudahan akses bagi kelompok miskin dalam mengakses subsidi energi,” katanya.
Dia mengungkap ada tiga potensi malaadministrasi. Pertama, adanya pengabaian kewajiban hukum dengan pemberian subsidi yang tidak tepat sasaran atau memberikan kepada masyarakat yang mampu bertentangan dengan UU Energi dan UU Migas serta ketentuan peraturan perundangan lainnya. Kedua, pemerintah tidak kompeten dalam mengidentifikasi masyarakat yang tidak mampu yang berhak mendapatkan subsidi energi. Ketiga, kelalaian pemerintah, karena tidak segera menetapkan peraturan mengenai ketentuan kelompok masyarakat yang berhak mendapatkan pertalite.
“Dampak terhadap subsidi tidak tepat saran akan mengurangi akses masyarakat tidak mampu terhadap ketersediaan dan keterjangkauan energi, padahal tujuan dari subsidi energi adalah untuk menjamin kehidupan masyarakat tidak mampu atas energi. Jangan sampai subsidi BBM yang berasal dari APBN diberikan tidak tepat sasaran dan dinikmati oleh masyarakat mampu,” katanya.
Hadir dalam diskusi Analis Kegiatan Usaha Hilir Migas BPH Migas Gumilar Achmad, Manajemen PT Pertamina Patra Niaga Sugeng (Vice President Retail Fuel Sales), Direktur Lingkar Pemuda Nusantara (LPN) Mufti Azmi Miladi, Asisten Ombudsman RI Saputra Malik, Pelaksana Tugas Kantor Perwakilan Ombudsman Banten, Awidya Mahadewi, pengamat sosial politik Fathorrahman Fadli, dan Akademisi UIN Jakarta, Agus S Djamil.
Halaman: 12selengkapnya
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Sumber: BeritaSatu.com