Jakarta, Beritasatu.com - Fungsional analis Perdagangan Direktorat Jenderal Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indra Wijayanto menyebut pemerintah telah berusaha keras untuk memastikan ketersediaan harga minyak goreng di pasaran sesuai dengan ketetapan harga eceran tertinggi (HET). Padahal, HET yang ditetapkan jauh selisihnya dari harga keekonomian yang sesungguhnya. Ujungnya, pelaku usaha jadi merugi.
“Minyak jenis apa pun merek apa pun harus dijual dengan harga Rp 14.000. Harga keekonomiannya sekitar Rp 17.260, sehingga nanti yang akan dibayarkan oleh BPDPKS adalah selisih dari harga keekonomian dikurangi HET,” ucap Indra.
Indra telah menyampakan ini saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas izin ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya termasuk minyak goreng di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (11/10/2022).
Untuk mengantisipasi adanya kelangkaan pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Sederhana untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPBDPKS).
Kemudian, pemerintah meminta para pelaku usaha untuk menjual minyak goreng kemasan dengan harga Rp 14.000. Padahal, harga minyak goreng telah menyentuh Rp 17.260. Dengan begitu, ada selisih harga sekitar Rp 3.200-an akan diganti dengan dana BPDPKS. “Ini kebijakan pertama,” kata Indra.
Untuk itu, Indra mengatakan kebijakan ini tak bertahan lama karena harga CPO kian naik. Dana yang disiapkan BPDPKS sekitar Rp 7,6 triliun tidak akan sanggup apabila harus membayar selisih harga minyak goreng ini. Namun, kebijakan ini tak bertahan lama.
Hal ini mengingat kebutuhan minyak goreng kemasan sederhana mencapai 200 juta liter. Sementara, para pelaku usaha hanya sanggup mengumpulkan sekitar 40 juta liter minyak goreng kemasan sederhana.
“Kalau mereka (pelaku usaha) akan berinvestasi mungkin dibutuhkan waktu cukup lama untuk mendatangkan mesin kemasan,” kata Indra.
Diberitakan jaksa pada Kejaksaan Agung (Kejagung) mendakwa lima terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian izin ekspor CPO dan turunannya, termasuk minyak goreng merugikan negara sejumlah Rp 18,3 triliun atau tepatnya Rp18.359.698.998.925.
Kelima terdakwa adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI Indra Sari Wisnu Wardhana dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor.
Kemudian, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, Penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Sumber: BeritaSatu.com