Jakarta, Beritasatu.com– Emiten konstruksi BUMN, PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) bakal mengantongi dua paket kontrak baru senilai Rp 5 triliun yang berasal dari proyek pembangunan light rail transit (LRT) di Filipina.
“Kita sedang menunggu penetapan dua kontrak untuk pembangunan LRT di Filipina. Ini merupakan bagian kita selain mengembangkan kompetensi, juga mencari pasar di pasar regional,” ucap Direktur Operasi I Adhi Karya Suko Widigdo di acara yang dilaksanakan Mirae Asset baru-baru ini.
Hingga Agustus 2022, Suko menyebut bahwa perseroan telah memperoleh kontrak sebesar Rp 16,3 triliun yang terdiri dari 47% sampai 50% proyek pemerintah baik yang pembiayaannya bersumber dari APBN maupun government-to-government (G2G). Termasuk proyek BUMN atau afiliasinya.
“Jadi, contoh teman-teman BUMN membentuk anak perusahaan untuk investasi proyek Jalan Tol Jogja-Bawen. Ini porsinya hampir 43%. Dengan kombinasi pemerintah dan BUMN maupun afiliasinya, porsi kita hampir 90%. Jadi, memang bagi kami itu lebih nyaman dan aman karena tingkat kepastian pekerjaan itu selesai akan tinggi,” ungkap Suko.
Sedangkan kontribusi proyek swasta terhadap perolehan kontrak baru sekitar 10% sampai 20%. Adhi optimistis nilai kontrak baru yang ditargetkan mencapai Rp 25-30 triliun pada tahun ini dapat tercapai. Pasalnya, selain menunggu penetapan dua paket kontrak LRT di Filipina, Suko mengungkapkan bahwa saat ini perseroan juga tengah menunggu investasi Jakarta Outer Ring Road (JORR) ruas Cikunir-Ulujami atau JORR Express. “Jadi kita saat ini sedang menunggu proses investasinya. Harapannya November atau Desember tahun ini kontrak konstruksinya akan kita dapatkan,” ujarnya.
Atas dasar itu, lanjut Suko, Adhi optimistis mampu mencapai target kontrak baru tahun ini sebab di satu sisi Adhi Karya sudah mendapatkan kepastiannya, sementara di sisi lain, perseroan juga sedang fokus mengejar tiga paket pekerjaan yang diinisiasi oleh afiliasi-afiliasi BUMN.
Pada kesempatan tersebut, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Adhi karya Agung Dharmawan menambahkan bahwa secara umum perseroan menargetkan dapat meraup margin keuntungan sekitar 12%-14%. Tentunya, dengan harapan sentimen-sentimen seperti kenaikan harga BBM bersifat sementara.
“Yang paling penting dalam menjaga margin ini, selain secara eksternal melakukan negosiasi, di internal juga harus ada penyesuaian baik efisiensi maupun peningkatan operation excellent. Jangan sampai terjadi bad cost-bad cost yang tidak perlu,” ujarnya.
Hal tersebut merupakan tantangan yang dihadapi perseroan saat ini. Karena itu, Adhi Karya mendorong tim operasional dan tim keuangan untuk melakukan operation excellent serta efisiensi di antaranya menegosiasikan biaya-biaya termasuk tingkat bunga yang akhirnya dapat menjaga margin total korporasi.
Ke depan, Agung menuturkan bahwa Adhi Karya akan berupaya untuk memastikan agar target kenaikan dari top line menuju bottom line sebesar 25% atau Rp 25 triliun dapat tercapai dengan memitigasi hal-hal yang berpotensi mengganggu guidance perseroan.
“Jadi, dengan kontrak baru per Juni sebesar 103% growth secara yoy atau Rp 15,9 triliun, sementara per Agustus sudah Rp 16 triliun lebih, kami berharap di akhir semester II-2022 ini target dari atas di bottom line yang naik 25% atau Rp 25 triliun itu tercapai karena peak dunia konstruksi itu di belakang,” tandasnya.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Sumber: Investor Daily