Depok, Beritasatu.com – Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat, selama periode Januari hingga 18 Oktober 2022, terdapat 893.952.873 anomali traffic atau usaha yang mencurigakan untuk menginfeksi keamanan siber di Indonesia. Dari jumlah tersebut, mayoritasnya adalah aktivitas serangan malware.
“Dari keseluruhan anomali traffic, yang paling banyak berupa aktivitas serangan malware sebanyak 55,83%, kemudian information leak 14,99%, dan aktivitas trojan 10,45%,” ungkap Pelaksana tugas (Plt) Direktorat Keamanan Siber BSSN Andi Yusuf dalam seminar nasional bertajuk “Today and Tomorrow’s Cybersecurity Talent : Issue and challenges”, di Depok, Senin (24/10/2022).
Dari temuan anomali traffic ini, BSSN kemudian melakukan analisis sifat serangan. Adapun status dari anomali traffic tersebut yaitu 61% terkompromisasi, 9% serangan sukses, 27% upaya percobaan, dan 3% gagal. "Dari 893 juta anomali traffic, total 1.370 notifikasi sudah BSSN berikat kepada stakeholders dan pemangku kepentingan,” ungkap Andi.
Sementara itu, berdasarkan laporan data breach periode Januari-11 Oktober 2022, tim cyber threat intellegence (CTI) Direktorat Operasi Keamanan Siber telah membuat 221 laporan data breach, terdiri atas 17 laporan internal dan 204 laporan ke stakeholder yang telah ternotifikasi.
Berdasarkan jumlah tersebut, sebanyak 46 insiden kebocoran data sudah terekspos di media berita dan media sosial. Namun, masih ada sejumlah stakeholder yang tidak mengakui adanya data breach.
“Totalnya ada 157 stakeholder terkait yang terdampak. Susahnya bagi BSSN, ketika insiden ini terjadi, dan ketika kami lakukan validasi, kami identifikasi sistem elektronik yang terdampak, termasuk mengidentifikasi stakeholder, masih banyak stakeholder kita yang dalam konteks kebijakan komunikasi pubiknya bisa jadi mengakui atau tidak mengakui data breach terjadi. Ini yang menjadi evaluasi kita bersama, sehingga tidak ada lempar-lempar ketika ada insiden data breach,” kata Andi.
Melihat data serangan siber yang terus meningkat, Andi menyoroti pentingnya Indonesia memiliki tenaga ahli keamanan siber. Namun, masih ada sejumlah tantangan dalam upaya persiapan SDM di bidang keamanan siber.
Pertama, terbatasnya tenaga pendidik di bidang keamanan siber. Kedua, pelatihan atau sertifikasi di bidang siber relatif mahal. Ketiga, minimnya SDM yang memiliki pengetahuan di bidang siber.
Keempat, masih terdapat SDM yang kurang memahami penggunaan teknologi informasi maupun internet. Kelima, diperlukan waktu yang cukup lama untuk memiliki skill atau bakat di bidang siber.
Keenam, lulusan IT di Indonesia kurang berminat untuk berprofesi di bidang keamanan siber. Ketujuh, implementasi peta okupasi keamanan siber belum maksimal.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Sumber: BeritaSatu.com