Jakarta, Beritasatu.com - Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) mengalokasikan anggaran sebesar Rp 25,18 triliun atau setara dengan 220.000 unit untuk kuota pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi dengan skema FLPP (Fasilitas likuiditas Pembiayaan Perumahan) tahun 2023.
Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, Iwan Suprijanto mengungkapkan, pemerintah terus berupaya mendorong ketersediaan rumah subsidi layak huni bagi masyarakat khususnya bagi MBR, baik melalui program pembangunan rumah baru, peningkatan kualitas dan bantuan kemudahan pembiayaan perumahan.
"Salah satu wujud nyatanya adalah dengan mengalokasikan anggaran sejumlah Rp 25,18 triliun untuk kuota pembiayaan KPR Subsidi FLPP tahun anggaran 2023 sejumlah 220.000 unit, dan Rp 850 miliar untuk pembiayaan kepemilikan rumah subsidi melalui Tapera sejumlah 10.000 unit,” kata Iwan di acara ulang tahun Apersi ke-24 di Hotel Discovery, Ancol, Jakarta Utara, Kamis (10/11/2022) petang.
Menurut Iwan, Kementerian PUPR juga minta komitmen serius dari para pelaku pembangunan dan pelaku sektor perumahan untuk menjaga kualitas rumah subsidi, karena didalamnya terdapat anggaran APBN yang harus dipertanggungjawabkan.
"Untuk menjaga kualitas bangunan rumah, Kementerian PUPR akan terus memperkuat sisi penawaran dan memanfaatkan teknologi informasi sebagai alat untuk memantau kualitas bangunan rumah bersubsidi,” tandasnya.
Iwan mengatakan, dalam RPJMN 2020-2024 menargetkan pada tahun 2024 sebanyak 70% rumah tangga menempati hunian layak, baik dengan intervensi langsung pemerintah ataupun dengan intervensi tidak langsung.
Setidaknya terdapat dua indikator bidang perumahan dalam RPJMN 2020-2024 yaitu kriteria rumah subsidi layak huni dan rasio KPR terhadap PDB. Capaian rumah tangga yang tinggal di rumah layak huni pada tahun 2021 sebesar 60,90 %, sedangkan capaian rasio outstanding KPR terhadap PDB Indonesia tahun 2020 sebesar 3,22%.
"Penyebab terbesar ketidak layak hunian disebabkan minimnya akses sanitasi layak dan fisik bangunan yang tidak cukup handal. Di sisi lain, Indonesia merupakan negara kelima dengan angka rasio outstanding KPR terhadap PDB terendah di Asia Tenggara, setelah Thailand dan Philipina," tegasnya.
Iwan mengatakan, tantangan besar dalam pemenuhan kebutuhan rumah subsidi layak huni di Indonesia adalah angka backlog kepemilikan rumah mencapai 12,75 juta unit, sedangkan pertumbuhan Kepala Keluarga (KK) baru mencapai 700.000 hingga 800.000 per tahun.
"Rumah merupakan cikal bakal peradaban bangsa, sekaligus penentu kualitas kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Rumah subsidi layak huni yang sehat dan aman akan mendorong peningkatan kualitas hidup masyarakat, terlebih saat ini negara kita sudah dalam masa pemulihan pandemi Covid -19,” pungkasnya.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Sumber: Investor Daily