Iran Akan Penjarakan Perempuan Tak Berhijab Selama10 Tahun

Jakarta, Beritasatu.com - Iran baru saja mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) yang memperketat aturan berpakaian, terutama pada perempuan di ruang publik.
Aturan yang meliputi "jilbab dan kesucian", akan memberikan hukuman bagi orang-orang, khususnya perempuan yang melanggarnya. Jika nekat, maka mereka akan dikenakan hukuman penjara 10 tahun dan denda sebesar 360 juta rial.
RUU ini telah disetujui oleh 152 anggota parlemen dan memiliki masa percobaan selama tiga tahun. Meski begitu, RUU yang berisi 70 pasal tersebut masih memerlukan persetujuan Dewan Wali, sebuah badan konservatif yang terdiri dari ulama dan ahli hukum. Mereka juga memegang hak veto terhadap RUU itu jika tidak sesuai dengan konstitusi dan syariah.
Mengutip APNews, Jumat (22/9/2023), RUU ini turut mengatur hukuman kepada pemilik bisnis yang melayani perempuan tidak mengenakan hijab dan aktivis yang mengorganisasikan penentangan berlakunya undang-undang.
Terciptanya Aturan Berpakaian
Diperkenalkan di parlemen Iran pada Mei 2023, RUU itu dibuat untuk menegakkan aturan berpakaian wajib di negara tersebut, tetapi menuai kritik dari para ahli Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dihimpun dari BBC Internasional, para ahli menyatakan RUU itu akan menjatuhkan hukuman berat pada perempuan dan anak perempuan karena ketidakpatuhan, tetapi mungkin bakal mengarah pada penegakan hukum yang menggunakan kekerasan.
Aturan yang Sudah Lama Ada
Sejatinya, kewajiban memakai hijab telah diberlakukan beberapa tahun setelah Revolusi Islam pada 1979 di Iran. Perempuan diharuskan menutupi rambut mereka dan mengenakan pakaian longgar di tempat umum, termasuk tempat kerja, sekolah, serta universitas.
Mandat tersebut ditegakkan oleh petugas penjaga moralitas. Namun, penolakan terhadap mandat hijab di kalangan generasi muda semakin meningkat. Mereka menentang peraturan ini karena dipandang sebagai alat paksaan politik yang mengontrol tubuh perempuan dan sering kali berujung pada penghinaan juga penganiayaan. Akibat dari penolakan itu, muncul gelombang protes terhadap kewajiban penggunaan hijab.
Pada September 2022, media dihebohkan dengan aksi bakar hijab dan memotong rambut yang dilakukan perempuan Iran sebagai bentuk protes terhadap tindakan polisi moralitas yang membuat Mahsa Amini meninggal.
Mahsa Amini merupakan perempuan Kurdi-Iran berusia 22 tahun. Dia meninggal sebagai tahanan setelah ditangkap polisi moralitas karena tidak mengenakan jilbab dengan benar.
Sebagai informasi, pemimpin revolusioner Iran Ayatollah Ruhollah Khomeini mulai mendesak perempuan untuk memakai hijab sejak 1979.
Pada 1983, parlemen Iran memutuskan perempuan yang tidak menutupi rambutnya di ruang publik akan dihukum dengan 74 cambukan. Lalu sejak 1995, aturan kembali dikencangkan yang menyasar pada perempuan yang tidak memakai hijab akan dipenjara hingga 60 hari.
BERITA TERKAIT
BERITA TERKINI

Langka! Banjir Menerjang Dataran Tinggi di Malang

Jokowi Ingatkan Perbankan Kucurkan Kredit ke UMKM, Jangan Hanya Beli SBN

Helikopter Militer AS Jatuh di Laut Jepang, 1 Orang Dipastikan Tewas

Piala AFC: Hajar Stallion 5-2, Bali United Bertengger di Posisi 3 Grup G

Kiper Liverpool Alisson Becker Cedera Panjang

Eks Aktivis 98 Sepakat Tolak Fitnah untuk Prabowo-Gibran

Selesai Diperiksa Penyidik, SYL Ngaku Sudah Sampaikan Semua Fakta

Diperiksa soal Dugaan Pemerasan Firli Bahuri, SYL Dicecar 12 Pertanyaan

Lirik Lagu Di Tepian Rindu oleh Davi Siumbing yang Viral di Media Sosial

204 Juta Data Pemilih di KPU Bocor, Menkominfo Sebut Bukan Motif Politik

Dampak Perubahan Iklim Makin Nyata, Jokowi Beberkan Faktanya

Ketidakpastian Global Masih Menghantui, Begini Karakteristiknya

Geledah Rumah di Jakarta, KPK Sita Bukti Dokumen Terkait Kasus Wamenkumham

Ada Gangguan Sinyal di Stasiun Citayam, Perjalanan KRL Tertahan

Lirik Lagu Before You Go dari Lewis Capaldi dan Terjemahannya
1
B-FILES


Pemilu 2024 vs Kesejahteraan Mental Generasi Z
Geofakta Razali
Rakernas IDI dan Debat Pilpres 2024
Zaenal Abidin
Indonesia dan Pertemuan Puncak APEC
Iman Pambagyo