Jakarta - Dua orang profesor marketing dari University of Michigan, AS, Scott Rick dan Katherine Burson, melakukan penelitian untuk membuktikan hipotesis bahwa membeli barang atau membayangkan membeli barang bisa memberi perasaan kontrol dalam diri seseorang yang pada akhirnya akan mengurangi rasa sedih --setidaknya untuk sementara.
Para periset menggunakan beberapa subyek untuk mengetes hipotesis ini. Dalam sebuah eksperimen dengan 45 mahasiswa, sekitar 44% di antaranya akan membeli kudapan setelah menyaksikan tayangan singkat yang menunjukkan insiden bullying --yang bikin hati miris. Kemudian mereka diminta menilai perasaan mereka dengan membandingkan perasaan di awal acara dan setelah menonton. Level kesedihan responden yang membeli kudapan jauh di bawah orang-orang yang tidak membeli apa pun.
Di studi kedua, yang mencoba melihat perbedaan antara meminjam dan membeli, tetap memperkuat hipotesis ini. Pembelian barang mengurangi rasa sedih jauh lebih efektif ketimbang meminjam barang.
Disimpulkan para peneliti, dalam hal mengurangi rasa sedih, secara aktif memilih produk untuk dibeli akan membantu banyak. Berbelanja, kata Prof Rick, adalah hal alami untuk memberi perasaan bisa mengendalikan sesuatu (karena berkait dengan kemampuan memilih). Ada beberapa situasi lain yang memberi kesempatan seseorang untuk memilih serta membuat seeorang memiliki kontrol, tetapi cenderung kurang menggoda dan sulit dicari.
Hal menarik dari penelitian ini adalah, berbelanja, bahkan tanpa membeli sesuatu bisa memberi rasa senang, setara rasa senang saat belanja camilan dan mengkonsumsinya. Menurut Prof Burson, hanya membayangkan membeli barang saja bisa mengurangi rasa sedih.
Walau berbelanja (maupun membayangkan berbelanja) bisa mengurangi rasa sedih, namun, tidak bisa mengurangi rasa marah seseorang, klaim para periset. Diakui para periset, mereka melakukan penelitian dengan mencetuskan rasa sedih dalam tingkatan rendah, yakni lewat tayangan video, bukan sebuah rasa sedih yang nyata dan mendalam, misal, karena kehilangan kekasih.
Periset menekankan, rasa sedih para responden berkurang setelah berbelanja karena mereka memiliki perasaan mampu mengendalikan sesuatu, bukan karena perhatiannya teralihkan dari rasa sedih.
Meski berbelanja bisa mengurangi rasa sedih, setara dengan mengkonsumsi camilan, bukan berarti disarankan untuk mengkonsumi camilan atau terus berbelanja tanpa mengatur keuangan. Keduanya justru bisa menimbulkan sedih lebih parah bila tidak dikendalikan dengan baik.
Sumber: Forbes