Jakarta, Beritasatu.com - Meski sudah sebulan menangani pasien Covid-19, banyak rumah sakit (RS) yang belum juga dibayar. Padahal, pemerintah sudah menyanggupi untuk membayar setidaknya 50% biaya layanan yang ditanggung pihak RS untuk menangani wabah ini.
Tentu saja ini membuat beban RS semakin berat. Sebab, selain harus menangani biaya layanan pasien Covid-19 dan menambah alat perlindungan diri (APD), RS juga mengalami penurunan kunjungan hingga 60%. Tak heran jika beberapa RS pun melakukan berbagai upaya untuk menambal pengeluaran mereka.
Ketua Umum DPP Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI), dr Mahesa Paranadipa Maikel mengatakan, beberapa RS terpaksa memungut biaya dari pasien. Bahkan ada RS yang mewajibkan setiap pasien, tidak hanya pasien suspect, untuk melakukan pemeriksaan rapid test maupun tes polymerase chain reaction (PCR).
Hal ini tentunya makin memberatkan pasien ketika ingin mendapatkan layanan di RS. Padahal berdasarkan aturan bagi pasien JKN-KIS, jika keluhan sakitnya tidak berkenaan dengan Covid-19, seharusnya pasien tidak dibebani biaya tambahan karena dijamin dengan dana JKN.
Mahesa mengatakan, problema pembiayaan ini harus segera diatasi. Jika tidak, masalah akan semakin kompleks. Apalagi dengan semakin bertambahnya kasus Covid-19, kemampuan RS dan FKTP harus dijaga agar tetap bisa melayani masyarakat.
Selain itu, perlindungan bagi seluruh petugas kesehatan harus juga diperhatikan dengan serius. Jika RS tidak lagi mampu membayar gaji dan jasa medik, dikhawatirkan pelayanan akan terhenti.
Bagi FKTP yang bekerja sama dengan BPJSK, lambannya pembiayaan ini mungkin tidak memiliki banyak pengaruh karena ditopang dengan dana kapitasi. Dana kapitasi adalah sejumlah dana yang dibayarkan di muka oleh BPJSK kepada seluruh FKTP tiap bulan. Sedangkan untuk RS, dana baru dibayarkan setelah ada klaim tagihan dari RS.
Namun problem di FKTP adalah belum jelasnya mekanisme klaim pelayanan pasien Covid-19. SK Menkes 238/2020 tentang Juknis Pembiayaan Covid-19 mengatur khusus pembiayaan di RS, belum FKTP.
Sementara FKTP seperti puskesmas, klinik pratama, dan dokter praktik perorangan diberikan tugas untuk melakukan screening Covid-19. Untuk melakukan tugasnya ini, tenaga kesehatannya harus menggunakan alat pelindung diri (APD). Dalam praktiknya, sejumlah FKTP memanfaatkan dana kapitasi untuk pengadaan APD.
Klaim
Ketua Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI), drg Susi Setiawaty MARS mengatakan, sampai detik ini belum ada satu pun RS yang mengajukan klaim layanan Covid-19. Berkas yang disiapkan adalah berkas pasien yang dirawat sejak 28 Januari 2020.
“Belum ada yang mengajukan klaim karena sistemnya juga baru dirilis kemarin. Rumah sakit sedang mempersiapkan berkas klaim,” kata Susi.
Sistem yang dimaksudkan Susi adalah aplikasi e-claim INA CBGs dari Kemkes. RS harus memasukkan berkas-berkas layanan pasien Covid-10 lewat aplikasi ini.
Deputi Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJSK, Budi Muhammad Arief mengatakan, sampai sekarang proses pembayaran ke RS belum dilakukan karena masih menunggu surat edaran Menkes. Surat edaran ini mengatur teknis implementasi penjaminan Covid-19.
“Mungkin dalam satu-dua hari ini surat edaran Menkes keluar. Sambil menunggu surat edaran ini terbit, rumah sakit harus menyiapkan berkas lengkap,” kata Budi.
Sumber: BeritaSatu.com