Jakarta, Beritasatu.com - Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) perlu dilakukan secara nasional yang pelaksanaannya mengacu pada karakteristik setiap wilayah. Sebab jika PSBB hanya dilakukan di spot atau daerah tertentu, mobilitas pergerakan manusia yang membawa virus bisa terus terjadi. Penularan virus secara lokal (local transmision) ini bisa membuat angka penularan Covid-19 terus naik.
Demikian rangkuman web seminar (webinar) yang digagas Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bertema Mobilitas Penduduk dan Covid-19 di Jakarta, Senin (4/5/2020).
Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengatakan, virus itu berpindah karena ada pergerakan manusia. Untuk itulah pihaknya, memberi masukan kepada pemerintah untuk melarang mudik. Bahkan seharusnya dalam PSBB, aturan pelarangan mudik juga harus termasuk di dalamnya.
Meskipun begitu, pelarangan mudik yang sudah dilakukan pemerintah tidak sesuai harapan. Sebab sebelum pelarangan sudah ada pemudik yang bergerak ke kampung halamannya.
"Bisa dilihat dari data kenaikan kasus pada 26 Maret-10 April dimana banyak pekerja informal yang pulang kampung. Kenaikan kasus Covid-19 dua kali lipat," katanya.
Hal itu didasari kajian empiris bahwa virus bisa saja terbawa oleh pemudik. Bahkan ia dan tim memperkirakan jika tanpa adanya pengetatan maka pada Lebaran menjadi puncak dari penyebaran Covid-19 di daerah terutama Pulau Jawa luar DKI dan Bodetabek. Dalam kajiannya kasus bisa mencapai 200.000.
Saat di Jakarta ada penurunan kasus, namun jika tanpa intervensi saat arus balik nanti, sangat mungkin kasus kembali meningkat.
Oleh karena itu lanjutnya, dalam PSBB harus melekat juga aturan pembatasan mobilitas penduduk. Sebab virus mengikuti mobilitas manusia. Apalagi 76 persen dari kasus berasal dari orang tanpa gejala yang berpindah terus, tanpa menggunakan masker.
Menurutnya, efek dari PSBB harus diperhatikan di sektor sosial ekonomi. Masyarakat yang tetap berdiam di rumah adalah masyarakat yang berada di kelas atas (golongan ekonomi atas). Sedangkan, golongan ekonomi bawah tetap terpaksa keluar rumah untuk mencari makan. Oleh karena itu pada kelompok ini harus diperhatikan pemenuhan kebutuhannya.
Pandu mengingatkan, pemerintah diminta tidak terburu-buru melonggarkan PSBB yang sudah dilakukan di beberapa daerah. Pemerintah harus jeli melihat segala potensi yang bisa saja pembuat kasus Covid-19 kembali meningkat.
"Kedisiplinan dan kepatuhan penduduk sangat penting diikuti kesetiakawanan dan gotong royong. Sebab akan ada pola baru atau " Indonesia baru" setelah Covid-19," ucapnya.
Menurutnya pasti ada adaptasi di kehidupan masyarakat yang tentunya tidak akan sama sebelum Covid-19 terjadi.
Pengajar senior bidang demografi Universitas Macquarie Australia Salut Muhidin berpendapat, PSBB memang sebaiknya tidak hanya dilakukan di satu wilayah, tapi juga di wilayah sekitarnya.
"PSBB perlu dilakukan terutama di daerah yang mobilitasnya tinggi karena transmisi lokal virus akan terjadi," imbuhnya.
Ia mencontohkan di satu desa di Bangli, Bali banyak masyarakat terpapar Covid-19 karena ada pekerja migran yang pulang lalu berinteraksi dalam komunitasnya. Menurutnya pemerintah harus berhati-hati jika ada imigran ilegal yang kembali ke tanah air dan bisa menyebabkan penularan virus secara lokal.
Terkait PSBB, Pandu mengingatkan, pemerintah harus menyiapkan mitigasi sosial ekonomi. Agar penduduk patuh PSBB maka mitigasi sosial dan ekonominya pun harus berjalan.
"Jangan berpikir pelonggaran PSBB dulu, pikirkan dulu kasus Covid-19 agar menurun di semua wilayah terutama di Pulau Jawa," pungkasnya.
Sumber: BeritaSatu.com