Jakarta, Beritasatu.com - Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (RSCM/FKUI) mulai melakukan uji klinis terhadap plasma konvaselen yang kabarnya efektif untuk menyembuhkan pasien virus corona atau Covid-19.
Baca: Stok Darah PMI DKI Berkurang 70 Persen
Diharapkan dalam satu bulan ini uji klinis sudah dilakukan, dan jika berhasil maka pada Juni nanti sudah bisa dipublikasikan secara ilmiah, dan bahkan segera menjadi terapi murni untuk pasien Covid-19 di pelayanan kesehatan.
Kepala Bagian Penelitian RSCM, dr Andri MT Lubis mengatakan, saat ini RSCM dalam tahap persiapan uji klinis. Tim peneliti RSCM dalam tahap mengumpulkan pendonor plasma sukarelawan. Jika sudah memenuhi jumlah yang diharapkan, maka minggu depan langsung memulai uji klinis dengan memberikan plasma tersebut kepada pasien yang menjadi subyek penelitian ini.
"Sudah ada pendonor sukarela yang menghubungi kami. Nanti kami hubungi kembali untuk datang ke RSCM guna dilakukan skrining untuk memastikan mereka layak untuk mendonorkan plasmanya,” kata Andri saat ditemui wartawan Suara Pembaruan di RSCM, Jakarta, Senin (4/5/2020).
Baca: Gugus Tugas Harap Kerja Sama Daerah Pantau ODP
Menurut Andri, tidak mudah untuk mendapatkan pendonor plasma. Tidak semudah memberikan obat kepada pasien. Selain golongan darah pendonor dan pasien penerima harus sama, juga dipastikan pendonor bebar-benar sehat atau sudah sembuh dari Covid-19. Juga harus dipastikan bahwa pendonor memiliki kadar antibodi yang dibutuhkan.
Oleh karena itu, calon pendonor harus melalui seleksi ketat. Mulai dari dilakukan pengambilan swab untuk pemeriksaan PCR dua kali, dan semuanya dinyatakan negatif. Hasil pemeriksaan PCR ini akan keluar sekitar 3 hari. Calon pendonor yang memenuhi syarat akan diundang kembali agar datang ke RSCM untuk mendonorkan plasmanya, dan langsung diberikan kepada pasien Covid-19. Pasien yang terlibat dalam uji coba ini adalah pasien konfirmasi positif Covid-19 berdasarkan pemeriksaan PCR.
Andri mengatakan, penelitian ini melibatkan dua kelompok pasien yang masing masing kelompok terdiri dari 30 orang. Kelompok pertama adalah kelompok kontrol, yaitu pasien yang tidak mendapatkan plasma. Mereka hanya mendapatkan penggobatan standar Covid-19 selama ini, misalnya dengan obat klorokuin saja dan obat lainnya.
Baca: Dua Lagi Perawat Meninggal Akibat Covid-19
Sedangkan kelompok kedua adalah pasien Covid-19 yang juga mendapatkan pengobatan standar, tetapi ditambahkan dengan plasma. Pasien yang menjadi subyek penelitian ini, menurut Andri, adalah pasien sukarelawan.
Andri menjelaskan, uji coba ini untuk melihat efektifitas dan keamanan terapi plasma bagi pasien Covid-19. Artinya tidak hanya ampuh menyembuhkan pasien, tetapi juga aman bagi penerima.
Keamanan ini menurut Andri penting, karena terapi plasma sama dengan memasukkan produk dari luar ke dalam tubuh seseorang. Karena itu harus dipastikan plasma yang diberikan itu sehat. Karena itulah, sebelum plasma diambil harus dipastikan pendonornya sudah benar-benar sembuh dari Covid-19.
Baca: Pemeriksaan Spesimen Baru Bisa 7.000/Hari
Menurut Andri, dalam perkembangannya saat ini ada laporan dari sejumlah kasus bahwa pasien yang sudah sembuh sudah bisa terinfeksi untuk kesian kali.
"Banyak donor dan juga pasien yang bersemangat, tetapi kami tetap utamakan yang aman. Kami berusaha jangan sampai pendonor masih infeksius. Bisa bahaya buat pasien yang menerima. Oleh karena itu harus skrining itu semua. Kalau semua dipastikan aman baru kita bisa ambil plasmanya," kata Andri.
Andri menambahkan, uji klinis plasma ini diawai ketat oleh Komite Etik Penelitian. Uji klinis ini bisa dihentikan apabila nanti dalam perjalanannya sudah terlihat ada perbedaan yang signifikan.
Baca: FKS Foundation Sumbang 200.000 Rapid Test Kit
Misalnya terbukti bahwa ternyata pasien yang menerima plasma tingkat kesembuhannya tidak jauh berbeda dengan pasien yang tanpa plasma, maka penelitian ini bisa jadi dihentikan.
Sumber: BeritaSatu.com