Jakarta, Beritasatu.com - BPPT sedang merintis teknologi yang bisa menginteversasi kondisi kesehatan seseorang. Misalnya, seseorang tersebut pernah rapid test di mana, tanggal berapa, dan status kesehatan seperti apa ataupun pernah dirawat dimana akan tertulis dalam aplikasi tersebut.
“Jadi aplikasi ini untuk memantau atau menelusuri riwayat kesehatan dan mobilitas seseorang terkait dengan kesehatannya,” kata Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Hammam Riza kepada Beritasatu.com, Senin(21/9) malam.
Riza menyebutkan, teknologi yang dirintis BPPT, saat ini telah diujicobakan di internal gedung BPPT terhadap riwayat kesehatan karyawan sebagai pilot project yang akan dikembangakan untuk nasional. Pasalnya, melalui sistem tersebut data kesehatan seseorang bisa diintegrasikan secara online melalui satu aplikasi.
Aplikasi yang dikembangkan ini, lanjut Riza dinamakan aplikasi Paspor Kesehatan yang memuat riwayat kesehatan seseorang. Dengan begitu, ketika seseorang akan berpergian atau bertemu orang lain, dia dapat menunjukan barcode paspor kesehatan tanpa harus melalui proses yang panjang. Pasalnya, dengan paspor kesehatan, untuk mengetahui kesehatan, dengan sistem diklik aplikasi akan muncul riwayat kesehatan seseorang sesuai dibutuhkan.
Selain itu, paspor kesehatan tersebut memudahkan ketika akan melakukan penerbangan dalam negeri maupun luar negeri. Aplikasi Paspor Kesehatan ini akan disesuaikan berdasarkan standar internasional. “Kalau ke bandara, tinggal tunjukan barcode, tidak perlu isi formulir aneh-aneh. Paspor kesehatan ini persis seperti paspor untuk ke luar negeri,” jelasnya.
Riza menyebutkan, kehadiran aplikasi Paspor Kesehatan ini untuk mengintegrasikan data menjadi satu kesatuan. Jika nantinya vaksin Covid-19 tersedia, maka aplikasi Paspor Kesehatan juga akan mengetahui apakah sudah pernah divaksin Covid-19, dan riwayat kesehatan lainnya.
Kendati demikian, Riza menuturkan, untuk diterapkan secara nasional perlu ada persetujuan bersama kementerian/ lembaga (K/L) lain seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Keminfo), Kementerian Kesehatan, dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Dalam hal ini, Riza mengusulkan, teknologi yang telah dirintis BPPT ini perlu adanya regulatory sandbox untuk aplikasi Paspor Kesehatan.
Pasalnya, aplikasi Paspor Kesehatan yang membuat data riwayat kesehatan seseorang harus dijaga kerahasiaanya agar tidak dimanipulasi atau digunakan hal-hal lain yang tidak semestinya.
Sementara untuk tracing pasien Covid-19, Riza menyebutkan, BPPT sudah mengembangkan aplikasi pantau Covid-19 (PC-19) atau sekarang disebut PC-20 setelah diintegrasikan dengan Sistem Informasi Manajemen Klinik Rapid test dan Swab-test.
Aplikasi mobile berbasis android yang berguna untuk melakukan self assessment kesehatan, untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam membatasi penyebaran Covid-19 dengan physical distancing, dan membantu pemerintah untuk memetakan klaster-klaster penyebaran Covid-19.
Aplikasi ini menggunakan Bluetooth Low Energi untuk memantau pengguna lain disekitarnya, dan mengakses basis data pasien orang dengan orang dalam pemantauan(ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan(PDP) serta hasil self assessment untuk status kesehatan pengguna.
“Dengan aplikasi ini, pengguna dapat mengetahui status kesehatannya dan dapat menghindar dari area yang berpotensi tertular virus Covid-19. Dengan aplikasi ini pemerintah dapat menentukan klaster pasien Covid-19 dengan mengetahui daftar orang - orang yang berdekatan selama 14 hari terakhir,” ucapnya.
Sumber: BeritaSatu.com