Jakarta, Beritasatu.com - Hampir delapan bulan bergabung sebagai relawan dalam Satuan Tugas Penanganan Covid-19, jurnalis senior Suryopratomo menilai kontribusinya sebagai pertempuran dalam membela negara dari musuh bersama, yakni Covid-19.
Pria yang akrab disapa mas Tomi ini menilai, perjuangannya untuk membawa bangsa ini keluar dari pandemi Covid-19 akan terus dilakukan, meski ia telah ditunjuk Presiden pada September 2020 menjadi duta besar Indonesia untuk Singapura.
"Kadang kita tidak tahu perjalanan hidup kita. Tidak pernah terbayangkan diajak pak Doni Monardo untuk ikut dalam penanganan Covid-19," katanya dalam dialog virtual di Graha BNPB, Jakarta, Selasa (27/10/2020).
Ia bercerita, saat Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Letjen Doni Monardo menelponnya untuk berdiskusi, ia pun langsung datang ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana tempat Ketua Satgas berkantor. Baginya, menjadi relawan di Satgas merupakan pekerjaan dan panggilan luar biasa.
Tomi mengatakan, penanganan Covid-19 di Indonesia butuh sinergi dan kerja sama. Ibarat rangkaian gerbong kereta harus berada dalam rel yang sama.
"Sekarang ibarat kita sedang berperang. Pandemi ini terjadi di seluruh dunia dan penularan Covid-19 luar biasa," ucapnya.
Saat pandemi terjadi, tambahnya, dunia dan semua orang gagap dalam penanganannya. Namun, ada pengalaman dari sejumlah negara yang bisa dijadikan contoh seperti Selandia Baru, Korea Selatan, dan Taiwan. Sejumlah negara ini berhasil melawan Covid-19 karena menganggap Covid-19 sebagai musuh bersama bangsanya.
"Mereka kemudian bekerja sama mencari jalan keluar bersama bukan sekadar melihat kelemahan tetapi melihat apa yang menjadi kekuatan bangsa," paparnya.
Namun kata Tomi, di Indonesia bersatu melawan Covid-19 belum terlihat. Dia melihat Ketua Satgas pada awalnya kurang didukung karena masih banyak yang berjalan sendiri-sendiri dalam menangani Covid-19. Belum lagi fasilitas kesehatan yang tidak merata khususnya di daerah. Semua orang lebih mengeksploitasi kelemahan bukan berbagi kekuatan.
Ia pun seprinsip dengan Doni Monardo bahwa di dalam pandemi, perang semesta membutuhkan kolaborasi pentahelix berbasis komunitas.
Selain itu seperti halnya di Selandia Baru, media berperan penting. Hasil survei menyebut 63% keberhasilan penanganan Covid-19 ada pada media dalam konteks memberikan edukasi dan memerangi hoax.
Oleh sebab itu lanjutnya, Satgas baginya ibarat rumah yang membuatnya bangga. Sesuai dengan komitmen Ketua Satgas bahwa kultur masyarakat harus bisa diubah di dalam pandemi, seperti halnya dalam implementasi , memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan dengan sabun.
Sangatlah keliru, lanjutnya, jika masih ada orang yang memandang bahwa Covid-19 adalah konspirasi. Sudah banyak kasus, orang yang meninggal dan orang yang terkena. Hal ini menunjukkan bahwa Covid-19 bukan konspirasi.
"Perjuangan kita belum selesai. Dalam berjuang harus satu komando, kita ada di satu rangkaian kereta di rel yang sama yaitu ingin selamatkan bangsa untuk terbebas dari ancaman Covid-19," imbuhnya.
Mengabdi
Sementara Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo memandang Tomi sebagai seorang jurnalis yang total mengabdi bagi bangsa dan negara.
"Beliau dengan gigih mengajak seluruh teman-teman jurnalis untuk ikut ambil bagian dalam program bela negara dari ancaman Covid-19. Musuh negara ini tidak kelihatan dan telah banyak korban di tanah air," kata Doni.
Wartawan, menurut Doni , adalah bagian dari para pejuang. Ketika negara terancam setiap komponen negara terancam harus ikut berpartisipasi.
Jika dulu dalam perjuangan merebut kemerdekaan mengangkat senjata, di pandemi dokter berjuang merawat pasien dan jurnalis, artis mengajak masyarakat mematuhi protokol kesehatan.
"Intinya sekecil apapun peran menghadapi Covid berarti ikut serta dalam program bela negara," imbuhnya.
Sumber: Suara Pembaruan