Yogyakarta, Beritasatu.com - Kota Yogyakarta memang menjadi destinasti wisata selama libur panjang akhir Oktober lalu. Namun belum bisa dipastikan apakah libur panjang berakibat pada peningkatan kasus positif Covid-19 di Yogyakarta, sebab paparan yang muncul masih seputar penularan pada keluarga dan tracing kontak positif.
Namun, epidemiolog UGM, Riris Andono Ahmad, memperingatkan potensi peningkatan transmisi akibat libur panjang memang memungkinkan. Namun sejauh ini, untuk wilayah DIY, belum ada data kongkret yang menyebutkan dampak dari libur panjang.
Bahkan menurutnya, hasil rapid test reaktif, justru terjadi pada pengunjung yang berasal dari luar daerah.
Namun Riris Andono Ahmad menggarisbawahi bahwa penularan virus corona di Indonesia saat ini sudah berada di komunitas. Upaya penelusuran kontak menjadi tidak cukup. Kondisi ini merupakan dampak dari meningkatnya mobilitas masyarakat, dan memang tidak menutup kemungkinan, liburan juga akan menyumbang kasus positif.
Kasus impor yang banyak terjadi, merupakan konsekuensi ketidakmampuan pemerintah daerah menutup perbatasan.
“Yang menjadi titik krusial adalah seberapa cepat kasus impor masuk bisa dideteksi dan kemudian dipisahkan dari populasi,” kata Riris.
Ada perubahan signifikan dalam kasus Covid-19 di Yogyakarta, yang menggambarkan perubahan cara penularan. Pada awal pandemi, kasus muncul karena penularan di luar daerah. Kini, mayoritas justru diperoleh melalui pengembangan kasus positif, pasien tertular di tingkat lokal.
Perubahan signifikan kasus positif Covid-19 di Yogyakarta yang menggambarkan perubahan cara penularan itu disampaikan Juru Bicara Tim Satgas Covid-19 Daerah Istimewa Yogyakarta, Berty Murtiningsih. Dalam laporan 3 Oktober lalu misalnya, Berty menyebut ada 72 kasus positif yang didominasi hasil penelusuran.
“Distribusi kasus berdasar riwayat, tracing kontak 63 kasus, screening pekerjaan satu kasus, pelaku perjalanan dua kasus.
Data lain menunjukkan kecenderungan serupa. Dalam laporan tanggal 19 September, dari 74 kasus harian terdapat 46 kasus hasil penelusuran. Satu hari kemudian, Berty melaporkan 70 kasus baru dengan 32 di antaranya hasil penelusuran kasus positif sebelumnya. Tingginya kasus hasil penelusuran menunjukkan satu hal, yaitu penularan di tingkat lokal meningkat drastis.
Berty menyatakan, faktor pertama peningkatan jumlah sampel yang diperiksa. Peningkatan ini selaras dengan semakin tingginya upaya pemerintah daerah melakukan pelacakan kasus hingga selesai. Di sisi yang lain, pemerintah juga menambah jumlah laboratorium yang bisa melakukan pemeriksaan sampel secara agresif setidaknya dalam empat bulan terakhir.
Ditambahkan Riris Andono Ahmad, perlu diwaspadai juga terjadinya peningkatan kasus saat pemilihan kepala daerah (Pilkada) digelar. Oleh karena itu, perlu adaptasi dalam penyelenggaraan Pilkada, termasuk manajemen pencoblosan.
Sumber: BeritaSatu.com