Jakarta, Beritasatu.com - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengkritisi sistem pemeriksaan (testing) Covid-19 di Indonesia. Sistem pemeriksaan selama ini tidak tepat sasaran dan salah secara epidemiologi.
Menkes mengatakan, 3T atau testing (pemeriksaan), tracing (pelacakan) dan treatmen (perawatan atau isolasi) tidak diterapkan secara disiplin. Ia ibaratkan 3T ini seperti menambal ban yang bocor. Jumlah orang yang dites PCR semakin banyak, tetapi kasus konfirmasi positif masih terus meningkat.
“Cara testingnya salah. Tesnya banyak, tapi kok (kasus) naik terus. Habis yang dites orang kaya saya. Setiap kali ke Presiden dites, barusan saya di-swab. Seminggu bisa lima kali di-swab kalau masuk istana. Emang benar begitu,” kata Menkes dikutip dari acara “Vaksin dan Kita” yang diselenggarakan Komite Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Daerah Jawa Barat yang ditayangkan kanal YouTube PRMN SuCi, Jumat (22/1/2021).
Menurut Menkes, pemeriksaan yang benar adalah testing secara epidemiologi, artinya untuk kepentingan tracing atau penemuan kontak erat. Bukan testing yang dilakukan mandiri. Jadi yang dilakukan pemeriksaan adalah mereka yang suspect atau dicurigai memiliki kontak erat dengan kasus positif, bukan orang yang akan bepergian, menghadiri acara tertentu atau akan bertemu Presiden.
Menurutnya, dengan model testing seperti ini bisa saja cepat memenuhi standar testing yang disarankan WHO di sebuah negara, yaitu 1 per 1000 penduduk per minggu. Tetapi masalahnya, testing seperti ini tidak ada gunanya. Jumlah kasus terus bertambah meski jumlah testing memenuhi standar WHO.
“Tidak ada gunanya secara epidemiologi. Hal-hal seperti ini yang perlu diberesin. Sebagian ada di tempat saya,” kata Menkes.
Selain testing, menurut Menkes, tracing atau pelacakan kasus juga harus diperbaiki. Di luar negeri, dari satu kasus positif akan dilacak 30 orang yang kontak erat dengannya. Di Indonesia jauh di bawah itu, rata-rata 2, dan beberapa provinsi baru 4 orang yang dilacak dari satu kasus positif.
“Yang 4 itu sudah termasuk yang bagus. Yang lainnya biasanya cuma 2. Jadi kita memang membuat strategi tracing yang harus diperbaiki,” kata Menkes.
Menkes mengatakan, persoalan testing dan tracing ini sudah berlangsung lama, namun belum sempat diatasi karena saat ini pihaknya fokus pada pelaksanaan vaksinasi dan mengatasi kapasitas tempat tidur untuk pasien Covid-19 yang penuh di sejumlah rumah sakit.
Untuk memperbaiki proses dan cakupan tracing, ada beberapa opsi yang akan diambil Kemkes. Salah satunya memanfaatkan sekitar 16.000 Babinsa di bawah TNI dan 36.000 Bhabinkamtibmas di seluruh Indonesia. Totalnya ada 52.000 yang sudah dibayar pemerintah untuk dimanfaatkan tenaganya. Menkes telah berkoordinasi dengan Kapolri dan Kepala Staf Angkatan Darat.
Kemudian merekrut lagi tenaga baru sejumlah orang di 10.000 lebih puskesmas sampai ke desa-desa. Petugas ini akan dilatih untuk bisa melakukan tracing. Opsi lainnya, Menkes berkoordinasi dengan Mendagri untuk mengerahkan aparat Linmas dan Satpol PP.
“Kita punya beberapa opsi, tetapi finalisasinya akan kita diskusikan dengan teman teman,” kata Menkes.
Sumber: BeritaSatu.com