Jakarta, Beritasatu.com - Penempatan GeNose sebagai alat screening atau pemeriksaan awal Covid-19 di bandara, stasiun, dan terminal harus dikaji ulang. Sejumlah ahli menyebut, sebagai alat screening, GeNose kurang tepat digunakan di lokasi yang dipenuhi mobilitas tinggi.
Dewan Pakar Ikatan Ahli kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra menilai, penempatan dan penggunaan GeNose di terminal, stasiun, dan bandara untuk kepentingan screening kurang tepat.
"Kita sudah banyak belajar penggunaan rapid test antibodi, antigen, dan polymerase chain reaction (PCR) sebagai prasyarat mobilitas. GeNose sebagai karya anak bangsa dari Universitas Gadjah Mada (UGM) memang patut diapresiasi. Namun kalau digunakan untuk screening dan dipasang di sentra mobilitas tentu tidak sesuai dengan tujuan penyelidikan epidemiologi," katanya kepada Suara Pembaruan, Minggu (24/1/2021).
Sebab, lanjutnya, yang dilakukan adalah penyaringan bukan penjaringan atau active case finding. Selain itu, ada kriteria dari GeNose yang tidak praktis sebagai pemeriksaan mobilitas. Kriteria tersebut antara lain orang yang tidak merokok, tidak mengkonsumsi makanan beraroma menyengat, terjaga kesehatannya, dan tidak memiliki penyakit penyerta berlebihan.
"Kriteria ini menyebabkan pemeriksaan tidak praktis, kalau bertujuan untuk screening prasyarat mobilitas," ucapnya.
Menurutnya, GeNose lebih tepat digunakan untuk pemeriksaan sistematis dan spefisik untuk kepentingan penelitian di fasilitas kesehatan. Selain itu GeNose juga lebih tepat digunakan jika dibutuhkan pemahaman lebih terhadap penyakit ini di masa yang akan datang.
Apalagi lanjutnya, sebelumnya Menkes mengatakan bahwa testing yang dilakukan salah sasaran dan salah kaprah. Orang melakukan tes bukan karena proaktif tetapi karena prasyarat.
Ia menambahkan, untuk memutus rantai penularan Covid-19, upaya yang harus dilakukan adalah membatasi mobilitas, bukan sebaliknya membuka ruang seluas-luasnya terhadap mobilitas.
"Ketika semua transportasi darat, laut dan udara terus dibuka maka sulit selesai. Selama ada moda transportasi dibuka, ya akan muter-muter saja di situ (penularan virus)," imbuhnya.
Sumber: Suara Pembaruan