Jakarta, Beritasatu.com - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengumumkan pemerintah akan menggunakan GeNose buatan UGM di sejumlah stasiun kereta api di Indonesia mulai 5 Februari 2021. Namun belum diketahui apakah tes menggunakan GeNose nantinya akan menggantikan rapid test antigen yang saat ini masih menjadi standar perjalanan kereta api.
Epidemiolog Universitas Airlangga Laura Navika Yamani berpandangan, GeNose adalah alat screening awal. Jika ingin dijadikan syarat perjalanan, tetap diperlukan tes PCR.
"GeNose ini hanya alat screening dan bukan alat diagnosis. Yang dikeluarkan GeNose tidak bisa menetapkan seseorang terinfeksi Covid-19 atau tidak," kata Laura kepada Suara Pembaruan, Minggu (24/1/2021).
Oleh karena itu, jika GeNose ditempatkan di bandara, terminal, dan stasiun, harus juga dipastikan ada fasilitas PCR yang bisa memastikan hasil pemeriksaan.
Hasil GeNose, tambah Laura, tidak seakurat tes PCR karena sifatnya hanyalah screening. Alat ini juga tidak bisa mendeteksi virus tapi hanya zat kimia yang ada dalam hembusan napas. Zat itu kemungkinan ada pada perokok, atau orang yang mengkonsumsi makanan beraroma menyengat. Dengan demikian, hasil GeNose akan rancu.
Sebagai alat screening, hasil GeNose tetap harus dilanjutkan dengan PCR tes.
Saat ini, Kementerian Perhubungan (Kemhub) masih menunggu persetujuan dari Satgas Coivd-19 dan masih perlu berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan. Setelah penggunaan di stasiun kereta api, selanjutnya penggunaan GeNose disebut Kemhub akan diperluas ke bandara dan pelabuhan.
Sementara itu, Satgas Penanganan Covid-19 yang dihubungi terkait rencana penempatan GeNose ini belum memberikan tanggapan.
GeNose menjadi suatu terobosan karena sifat screening-nya yang tidak berbasis antibodi maupun antigen melainkan berbasis hembusan napas. Dengan menggunakan alat ini, deteksi virus Covid-19 dilakukan dengan menghembuskan udara ke kantong yang sudah disiapkan.
Kementerian Riset dan Teknologi menyebut GeNose sudah mendapatkan izin edar dari Kementerian Kesehatan pada Desember 2020. Tim GeNose menyebut hingga Februari 2021, sudah ada 3.000 pesanan.
Sebelumnya, GeNose sudah melakukan serangkaian uji klinis di sejumlah rumah sakit dan hasilnya sangat memuaskan. Deteksi awal dengan hembusan napas ini diminati karena dirasa lebih nyaman dibanding rapid test antigen yang mengambil cairan dari hidung.
Dalam sebuah diskusi virtual beberapa waktu lalu, Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Prof Amin Soebandrio juga berpendapat, dalam menghadapi suatu wabah atau pandemi harus ada kemampuan agar pandemi tidak terjadi semakin berat. Selain itu harus ada kemampuan mencegah dan mendeteksi.
Dalam kemampuan mendeteksi inilah GeNose akan lebih banyak berperan. Namun yang perlu dilakukan adalah sosialisasi hal yang tidak boleh dilakukan ketika seseorang akan diperiksa dengan GeNose seperti mengkonsumsi makanan beraroma kuat.
Sumber: Suara Pembaruan