Jakarta, Beritasatu.com – Data WHO belum lama ini memperkirakan ada 1,13 miliar populasi yang menderita darah tinggi atau hipertensi. Sementara data 2015 menunjukkan 1 dari 4 pria dan 1 dari 5 wanita, menderita hipertensi. Faktanya lagi, kurang dari satu penderita berhasil mengendalikan hipertensi.
Hipertensi yang tidak terkendali, pada dasarnya dapat mengakibatkan peningkatan risiko penyakit jantung, strok dan ginjal. Bahkan, hipertensi merupakan penyebab utama kematian prematur di dunia.
Lalu bagaimana mengatasi hipertensi yang membandel. Selama ini tekanan darah tinggi dapat diatasi dengan perubahan pola makan atau konsumsi obat-obatan penurun tekanan darah.
Sayangnya, hampir setengah dari semua pasien berhenti minum obat setelah satu tahun. Namun perubahan gaya hidup dan pengobatan tidak cukup mengendalikan kondisi mereka.
Berkaca dari fakta tersebut, kini telah tersedia prosedur yang menggunakan gelombang radio. Prosedur pengobatan ini dapat menghancurkan saraf-saraf yang terlalu aktif di sekitar ginjal untuk membantu meredakan tekanan darah tinggi alias hipertensi.
Faris Basalamah, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, yang juga merupakan dokter pertama yang melakukan prosedur denervasi ginjal generasi kedua di Indonesia, dalam siaran persnya, Kamis (8/4/2021) mengatakan, prosedur invasif minimal yang disebut dengan denervasi ginjal berbasis kateter (catheter-based renal denervation) ini menggunakan probe atau semacam kawat yang dimasukkan lewat arteri femoralis (arteri besar pada paha).
Nantinya pengobatan bisa mengeluarkan 'tembakan' gelombang radio intens untuk menghancurkan saraf-saraf di sekitar ginjal yang bertingkah terlalu aktif pada pasien hipertensi, terutama yang tidak mempan dengan beberapa obat penurun tekanan darah.
“Prosedur denervasi ginjal juga membantu pasien hipertensi yang mempunyai efek samping dengan obat konvensional dan pasien yang kesulitan mengkonsumsi obat hipertensi secara patuh dalam jangka panjang,” kata Faris Basalamah.
Sementara keunggulan prosedur denervasi ginjal adalah aman untuk ginjal, tidak diperlukan implan ke ginjal atau arteri di dekat ginjal.
“Prosedur hanya sekitar satu jam. Pasien hanya menginap 1-2 hari di rumah sakit serta membantu menurunkan risiko kerusakan lebih lanjut pada jantung, ginjal dan pembuluh darah,” tegas Faris.
Sumber: BeritaSatu.com