Pakar Kesehatan Dukung Pengembangan Wisata Medis di Bali
Jakarta, Beritasatu.com - Potensi wisata medis yang dikembangkan beberapa negara untuk memikat dan meningkatkan kedatangan wisatawan memang membuat Indonesia kehilangan devisa. Pasalnya, lebih dari dua juta WNI setiap tahunnya lebih memilih berobat di luar negeri ketimbang memanfaatkan fasilitas kesehatan di Indonesia.
Sehingga untuk memikat daya tarik wisata medis, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif kini mulai merancang wilayah Sanur sebagai lokasi pertama wisata medis. Hal itu ditunjukkan dengan membangun sebuah rumah sakit bertaraf Internasional bekerjasama dengan RS di Amerika Serikat untuk menarik wisatawan lokal.
"Saya pikir apa yang dilakukan pemerintah dengan membuat grand desain wilayah Sanur dengan akan dibangun RS bertaraf Internasional merupakan hal tepat, sehingga masyarakat tidak perlu jauh-jauh bila ingin berobat," ungkap dr Ediansyah yang baru saja menjalani ujian disertasi program doktoral di Binus Business School, Jakarta, Sabtu (11/3/2023).
Ditambahkan, berdasarkan penelitian program doktoralnya menemukan fakta bahwa WNI memilih berobat keluar negeri itu lantaran mereka sudah mendapatkan data yang jelas tentang rumah sakit dan biaya, ditambah keluarga juga bisa sambil berlibur.
"Kayak di Malaysia contohnya, Penang yang terkenal sebagai lokasi wisata medis dan jadi tujuan para WNI yang ingin berobat sudah menjabarkan dengan paket rinci berapa waktu yang dibutuhkan untuk perawatan, biayanya dan lokasi rumah sakit serta hotel bagi keluarganya yang menunggu. Jadi WNI yang ingin berobat di sana gak perlu pusing-pusing, cari transportasinya selama disana dan hotel bagi keluarga. Sementara di kita belum bisa karena masing-masing rumah sakit seakan berlomba menarik pasien," tegasnya.
"Tak hanya itu, dari segi biaya juga murah karena pemerintahnya membebaskan pajak bagi alat kesehatan yang digunakan rumah sakit dan fasilitas kesehatan disana, beda sama di Indonesia yang pajak alat kesehatannya tinggi disamakan dengan pajak barang mewah yang mau gak mau bikin biaya rumah sakit di Indonesia mahal," terangnya.
Sementara itu, Prof Dr. Ir Mohammad Hamsal selaku Head of Corporate Strategy and Agility, Area of Knowledge Inquiry in Doctor of Research in Management Program Binus Business School program juga menyatakan bahwa di Indonesia fasilitas kesehatan di daerah masih umum berbeda dengan wilayah di luar negeri yang setiap daerah punya ciri dan keunggulan rumah sakit di masing-masing daerah.
"Sehingga kedepan perlu daerah yang punya potensi wisata seluruh stakeholdernya bersatu. Bila RS bicara tentang kesehatannya, sementara stakeholder pariwisata bicara tentang paket wisatanya. Selain itu perlu juga ada ciri rumah sakit di setiap daerah yang menerapkan wisata medis, misal di Jakarta spesialisasinya untuk penyakit apa, sedang Bali tentang apa, Medan tentang apa jadi masyarakat bisa memilih mana yang terbaik di dalam negeri dan tidak perlu keluar negeri lagi untuk berobat," tandasnya.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Bagikan