Tawuran Manggarai Dipicu Masalah Sosial

Jakarta, Beritasatu.com - Masalah sosial menjadi penyebab utama terjadinya tawuran antarpemuda di Manggarai, Jakarta Selatan.
"Sebenarnya masalah utamanya adalah masalah sosial," kata Camat Tebet, Jakarta Selatan, Dyan Airlangga saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (30/10/2019).
Ia menjelaskan, pelaku tawuran merupakan anak usia muda potensial, tapi tidak memiliki kesempatan sekolah dan tidak memiliki keahlian. "Selain sosial ditambah lagi faktor budaya," kata Dyan Airlangga.
Faktor budaya yang dimaksudkan Dyan adalah tradisi tawuran sudah dilakukan turun-temurun dari pendahulunya. "Bahwa abang-abang mereka dulu seperti itu, dan mereka pun begitu jadi seperti itu (tawuran)," kata Dyan Airlangga.
Dyan menyebutkan, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah daerah untuk mengentaskan permasalahan sosial adalah lewat kegiatan pelatihan kerja.
Pelatihan kerja ini bekerja sama Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Selatan dan Dinas Tenaga Kerja Pemprov DKI Jakarta secara gratis.
Upaya lain adalah menyalurkan para remaja yang tidak memiliki keahlian tersebut sebagai tenaga kontrak Pemprov DKI Jakarta seperti Petugas Penanganan Prasaran dan Sarana Umum (PPSU) atau tenaga di Bina Marga Sumber Daya Air dan Kehutanan.
Menurut dia, setiap tahun Penyedia Jasa Lainnya Orang Perorangan (PJLP) menerima tenaga kerja tanpa keterampilan yang membutuhkan keterampilan fisik saja.
Dyan mengakui, langkah ini belum terlalu banyak bisa menyerap tenaga kerja dari kelompok masyarakat yang kurang produktif tersebut. Hanya mampu menyediakan lima sampai 10 orang saja.
Tetapi dia optimistis, kalau terus dilakukan melatih keterampilan anak-anak di kawasan Manggarai tersebut maka tawuran bisa dicegah.
Dyan menambahkan, menuntaskan persoalan tawuran menjadi tugas berat karena dihadapkan pada terbatasnya lapangan pekerjaan dan masyarakat yang tidak memiliki keterampilan.
Berkaca pada kejadian tawuran Manggarai bulan September 2019 lalu, sekitar 200-300 pelaku tawuran di Manggarai adalah remaja usia produktif antara 15 sampai 25 tahun yang tidak memiliki keahlian dan putus sekolah.
Dia menyebutkan sebagian besar kepala keluarga di wilayah Manggarai berprofesi sebagai pekerja serabutan.
Kondisi ini lanjut dia, menyebabkan para pemuda di wilayah tersebut tidak memiliki aktivitas rutin sehingga mengaktualisasikan diri melalui media sosial.
"Di media sosial mereka saling sahut-sahutan dan menentukan waktu untuk tawuran, biasanya diawali dengan membakar petasan dua kali itu tanda untuk main (tawuran), biasanya seperti itu," kata Dyan Airlangga.
Sumber: ANTARA
BERITA TERKINI
Upaya Banding Indonesia Terkait Nikel di WTO Belum Ditindaklanjuti, Ini Pemicunya
Top 5 News: Rencana Reshuffle Kabinet hingga Kasus Perundungan di Bekasi
Hasil Pertandingan Liga Champions: Duo Inggris Arsenal-MU Keok, Madrid-Bayern Menang Tandang
Bulu Tangkis Asian Games: Lawan Unggulan 4 di 16 Besar, Apriyani/Fadia Siap Main Capek
Hasil Copenhagen vs Bayern Munchen 1-2, Die Roten Susah Payah Taklukkan Tuan Rumah
4
Gus Yaqut Heran, Ajak Publik Memilih secara Rasional Dianggap Kesalahan
5
B-FILES


ASEAN di Tengah Pemburuan Semikonduktor Global
Lili Yan Ing
Perlukah Presiden/Kepala Negara Dihormati?
Guntur Soekarno
Urgensi Mitigasi Risiko Penyelenggara Pemilu 2024
Zaenal Abidin