Jakarta, Beritasatu.com - Propam Polda Metro Jaya, telah memeriksa mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Andi Sinjaya Ghalib dan pelapor atas nama Budianto, terkait isu pemerasan atau suap sebesar Rp 1 miliar. Hasil pemeriksaan, Andi tidak terbukti menerima suap atau melakukan pemerasan.
"Jadi pemeriksaan sudah selesai dari kedua-duanya, dan hasilnya atau kesimpulan dari Propam memang tidak terbukti apa yang selama ini diisukan. Hasilnya, kesimpulannya bahwa tidak terbukti suap," ujar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Yusri Yunus, Rabu (15/1/2020).
Dikatakan Yusri, Andi bukan dicopot sebagai Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, namun dimutasi menjadi Kakorgadik SPN Polda Metro Jaya.
"Ini bukan dicopot. Kalau dicopot itu tidak ada jabatan karena bermasalah. Kalau mutasi itu penyegaran, karena memang Andi ini adalah orang yang punya pendidikan yang bagus sehingga dibutuhkan oleh institusi kita untuk dijadikan tenaga pendidik. Ini pertimbangan institusi," ungkapnya.
Sementara itu, Propam Polda Metro Jaya juga telah memeriksa Budianto, selaku pelapor kasus tanah yang perkaranya ditangani Polres Metro Jakarta Selatan. Penyidik Propam memberikan sekitar 16 pertanyaan seputar isu pemerasan atau suap itu, dalam pemeriksaan yang digelar sekitar pukul 11.00 WIB hingga 15.30 WIB.
"Pemeriksaan sudah selesai. Ada 16 pertanyaan itu delapan halaman. Pertanyaannya terkait dengan berita yang viral di media online. Saya diminta klarifikasi atas pemberitaan yang adanya permintaan uang Rp 1 M," kata Budianto.
Budianto memberikan klarifikasi, kalau pemerasan atau suap itu bukan dilakukan anggota polisi melainkan makelar kasus (markus) berinisial A. Pada pemeriksaan, Budianto pun memberikan sejumlah bukti-bukti kalau markus itu memintanya uang Rp 1 miliar untuk mengurus perkara soal tanah yang dilaporkannya.
"Saya jelaskan bahwa permintaan uang itu memang ada. Saya berani bilang ada kenapa karena di tanggal 24 sampai 26 Desember 2018 itu saya ngobrol-ngobrol sama rekan yang namanya bro A, bahwa saya punya kasus yang dilempar dari Polda ke Polres Jaksel berjalan lambat. Terus dia bilang, 'kalau mau dibantu, ya sudah ayo gua bisa bantu karena dari jajaran atas-bawah gua kenal', itu kata si A," jelas Budianto.
Pada perjalanan waktu, tambah Budianto, makelar itu meminta uang Rp 1 miliar untuk mempermudah agar kasusnya yang disebut berjalan lambat bisa langsung dibawa ke meja hijau. Namun, belakangan Budianto berpikir darimana uang sebesar itu, dan akhirnya batal meminta bantuan si A.
"Setelah saya pikir-pikir darimana saya menyediakan uang sebanyak itu. Saya by phone, sudah cancel bro A, saya nggak bisa segitu," jelasnya.
Budianto mengungkapkan, beberapa waktu kemudian dirinya bertemu dengan Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane dan menceritakan perkara yang dilaporkannya soal kasus tanah sudah dinyatakan lengkap atau P21, namun tersangkanya belum ditangkap. Termasuk adanya orang yang meminta uang Rp 1 miliar.
Namun, Budianto tidak memberikan informasi secara utuh kepada Neta sehingga terbit pers rilis yang menyebutkan, IPW menyampaikan apresiasi karena penyidik Polres Metro Jakarta Selatan -Andi Sinjaya- dicopot karena diduga melakukan pemerasan atau menerima suap sebesar Rp 1 miliar.
Atas kesalahan itu, Budianto menyampaikan, permintaan maaf. "Saya minta maaf ke Kapolda, Kapolres, dan jajarannya, Bang Neta karena belum melengkapi bukti WA (Whatsapp), bukti percakapan utuh. Saya minta maaf kepada pak Kasat Andi Sinjaya," tandasnya.
Sumber: Suara Pembaruan