Tangerang, Beritasatu.com - Sebanyak 86 orang siswa SMA dan STM di wilayah Kota Tangerang terjaring operasi gabungan TNI-Polisi saat mereka hendak bertolak ke Jakarta untuk mengikuti demonstrasi menolak UU Cipta Kerja.
Para pelajar yang diamankan itu sebagian besar hanya ikut-ikutan dan tak mengerti akan mengikuti demo tentang apa. Hal tersebut diungkapkan Kapolres Metro Kota Tangerang, Kombes Pol Sugeng Hariyanto saat menjumpai sejumlah siswa yang terjaring dalam operasi tersebut, Selasa (13/10/2020).
"Hingga jam 13.00 WIB siang tadi, petugas gabungan TNI dan Polri yang berjaga di perbatasan DKI dan Tangerang mendapatkan 86 orang siswa SMA dan STM yang hendak melakukan aksi demonstrasi di Istana Negara hari ini. Tapi sayangnya mereka hanya ikut-ikutan saja. Jadi motivasinya kebanyakan mereka ikut meramaikan dan ikut mengikuti aksi yang ada di Jakarta. Tetapi terkait motif dan tujuannya itu mereka tidak mengetahui secara jelas," ungkap Kapolres.
Usai tertangkap oleh petugas ke 86 orang siswa tersebut langsung dibawa ke Markas Polres Metro Tangerang dan menjalani rapid test mencegah adanya penyebaran virus Covid-19 yang mungkin saja dibawa para pelajar tersebut.
"Saya tadi jelaskan kepada mereka, jangan ikut-ikutan berdemo kalau memang belum mengerti esensi apa yang mereka demo. Karena ini akan merugikan mereka sendiri. Mereka yang sudah diamankan akan terekam di Intel dan ini menjadi catatan tersendiri ketika mereka mau mencari pekerjaan. Makanya saya tadi imbau kepada mereka melalui sekolah dan orangtuanya, agar mereka diperhatikan betul. Karena takutnya hal ini akan menyusahkan mereka kelak di masa depan," imbau Kapolres.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Banten, M Yusuf mengaku telah mengeluarkan imbauan dan larangan terkait aksi demonstrasi yang diikuti oleh para pelajar di tingkat SMA dan STM yang ada di wilayah Tangerang Raya dan umumnya Provinsi Banten. Bahkan pihak Dinas Pendidikan melalui sekolah akan memberikan pembinaan kepada pelajar agar tidak turut serta turun kejalan mengikuti demonstrasi.
"Bagi yang tertangkap, sanksi-nya kita serahkan ke masing-masing sekolah dan komite sekolahnya. Karena masing-masing sekolah punya tata tertib dan peraturan masing-masing. Bisa saja mereka dikeluarkan, kalau memang pelanggaran yang mereka lakukan berat," tutur M Yusuf.
Berdasarkan surat yang dikeluarkan Dinas Pendidikan Provinsi Banten bernomor 800/2092. Dindikbud/2020 tentang Waktu Belajar di Rumah (DBR) dan Edukasi Penyampaian Pendapat oleh Peserta Didik SMA, STM, dan SKh dijelaskan pihak sekolah dan orangtua punya peranan melakukan pemantauan dan memberikan perhatian kepada peserta didik agar tidak ikut serta melakukan aksi unjuk rasa menolak UU Omnibuslaw karena tidak sesuai dengan kaidahnya.
"Melalui surat tersebut, saya sudah perintahkan kepada seluruh kepala sekolah di tingkat SMA, SMK, dan SKh serta guru wali kelas serta orangtua untuk terus melakukan koordinasi untuk memberikan edukasi tentang demonstrasi dan meminta mereka untuk melakukan pemantauan kehadiran masing-masing siswanya untuk mencegah siswanya ikut dalam kegiatan demonstrasi," tegasnya.
"Bila memang mereka tertangkap pihak petugas, maka pihak sekolah dan orangtua harus memberikan pembinaan kepada siswa yang bersangkutan. Namun bila ada indikasi pelanggaran pidana dalam aksi tersebut dan mungkin sudah masuk ke masalah hukum yang lebih tahu ya aparat penegak hukum," ungkapnya.
"Kalau kami lebih kepada kenakalan yang berdampak pelanggaran disiplin sekolah. Namun pada intinya kita akan tetap melakukan pelarangan mengikuti aksi dan meminta pihak Sekolah dan orangtua siswa untuk melakukan pendampingan agar peserta didik tidak ikut dalam aksi demonstrasi itu," tandasnya.
Sumber: BeritaSatu.com