Jakarta, Beritasatu.com - Polres Metro Jakarta Selatan dan Suku Dinas Pendidikan Jakarta Selatan, berkoordinasi untuk mencegah pelajar ikut aksi unjuk rasa agar tidak menjadi korban atau pelaku perusakan sehingga melanggar tindak pidana. Pelajar akan diberikan tugas dan absen pagi, siang serta sore ketika ada rencana aksi demonstrasi.
Wakapolres Metro Jakarta Selatan AKBP Antonius Agus mengatakan, Polres Metro Jakarta Selatan mengundang Suku Dinas Pendidikan Jakarta Selatan dan sejumlah kepala sekolah untuk berkoordinasi serta berdiskusi terkait keterlibatan pelajar SMP dan SMA dalam aksi unjuk rasa yang belakangan marak terjadi, hari ini.
"Ternyata dari Sudin sudah ada sistem alert, warning serta pemberitahuan kepada pihak sekolah dan orang tua. Kami harap ke depan kerja sama lebih ditingkatkan, kita H-1 akan memberitahu Sudin misalnya, besok akan ada kegiatan demo. Nah dari Sudin akan segera memberitahu ke sekolah-sekolah sampai ke orang tua untuk diberikan tugas dari sekolah dan diberikan absen pagi, siang sampai sore. Plus orang tuanya juga memantau. Itu yang kita sepakati," ujar Antonius, di Mapolsek Jakarta Selatan, Jumat (16/10/2020).
Dikatakan Antonius, Kepolisian juga akan mengundang perwakilan dari Sudin Pendidikan ketika ada aksi unjuk rasa, sehingga ketika ada pelajar yang diamankan bisa langsung dihubungi kepala sekolahnya.
"Saat ada pelajar yang diamankan, satu sekolah sampai 25 orang, lalu langsung dihubungi kepala sekolahnya. Ini untuk menjaga agar adik-adik ini supaya tidak menjadi korban dan terbawa terprovokasi dengan hal-hal yang mereka belum paham semuanya," ungkapnya.
Antonius menyampaikan, sebagian besar pelajar yang diamankan memang tidak paham tujuan ikut berdemo. "Kita minta bantuan karena ini bukan kerja Kepolisian semata, mencegah adik-adik ini nanti saat ikut jadi korban, bahkan jadi pelaku tindak pidana. Ini kita cegah jangan sampai itu terjadi. Karena dari sebagian besar kemarin yang kita bina, kita rapid test, kita tunggu orang tuanya, itu rata-rata nggak paham apa yang mereka lakukan, tapi mereka tahunya mau melempar-lempar dan sebagainya," katanya.
"Tentunya ini yang tidak kita inginkan, seperti kita tahu adik-adik ini kan masih panas jiwanya sehingga gampang atau mudah terprovokasi. Maka itu kita sepakat kita akan giatkan lagi ke depan (koordinasinya) seperti apa konsep Sudin melakukan pencegahan-pencegahan kepada siswa di Jakarta Selatan," tambahnya.
Menurut Antonius, dari dua kali aksi unjuk rasa berujung rusuh pada Kamis (8/10/2020) dan Selasa (13/10/2020), Polres Metro Jakarta Selatan mengamankan dan melakukan pembinaan terhadap 288 pelajar. 57 orang merupakan siswa sekolah di Jakarta Selatan, dan sisanya berasal dari Jakarta Timur, Depok hingga Bogor.
"Motifnya rata-rata ajakan di grup medsos, ikut-ikutan. Kedua, kalau ditanya tahu nggak yang didemo apa? Nggak tahu pak, hanya ikut-ikutan. Nah ini yang kadang-kadang membuat kita sedih. Karena dari beberapa kasus yang memulai keributan terlihat adik-adik ini dimunculkan pertama. Jadi jangan sampai adik-adik ini dimanfaatkan pihak yang tidak bertanggung jawab, nanti jadi kambing hitam. Makanya kita mencegah, bukan hanya polisi saja, tapi dari keluarga juga kita imbau ikut sama-sama untuk jaga," jelasnya.
Menyoal pembinaan seperti apa yang dilakukan kepada pelajar yang diamankan, Antonius mengungkapkan, polisi memberikan edukasi dan pemahaman, termasuk dalam segi rohani.
"Intinya bukan kita menolak penyampaian pendapat. Tapi saat penyampaian pendapat ini kan pesertanya siapa, misal buruh atau mahasiswa. Nah adik-adik ini kan bukan buruh atau mahasiswa, mereka kan pelajar. Ini yang kita cegah jangan sampai jalannya kegiatan penyampaian pendapat di muka umum disisipi atau dimanfaatkan pihak luar yang tak bertanggung jawab di luar komunitasnya. Jadi adik-adik ini juga jangan sampai terseret ke situ," ucapnya.
Ihwal ada dugaan pelajar dimanfaatkan, Antonius menuturkan, ada indikasi seperti itu. "Ada indikasi ke situ. Ada beberapa kejadian satu-dua kita tanyakan, 'saya diajak pak, tapi dicari-cari orangnya nggak ada. Jadi kasihan adik-adik ini. Mereka rombongan 10-20 ada yang bawa, tapi ketika ditanya sudah nggak ada. Dia pikir mereka aman, merasa ada yang bawa ternyata tidak. Ada iming-iming, mau dikasih saja, tapi orangnya yang mau kasih siapa nggak tahu. Ini yang harus kita cegah," katanya.
Terkait apakah pelajar yang diamankan akan dicatat dalam Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), Antonius mengatakan tidak.
"SKCK di-blakclist tidak menyelesaikan masalah. Karena bagaimana pun juga kita tidak bisa membatasi. Intinya hanya membina. Adik-adik ini hanya dimanfaatkan, tidak paham juga. Mungkin sebagian paham tapi karena ramai ya terbawa. Jadi lebih kepada pembinaan dan edukasi kita," katanya.
Kendati demikian, Antonius menyampaikan, polisi tetap mendata siapa saja pelajar yang diamankan. Apabila kedapatan sampai dua atau tiga kali diamankan, maka perlu dilakukan pembinaan khusus.
"Sudah diingatkan saat diamankan lagi ternyata orangnya sama, ini perlu perhatian khusus karena nggak bisa pembinaan biasa saja. Mungkin nanti kita berikan laporan ke kasudin ini sudah tiga kali, diamankan terus menerus, tidak mungkin dibiarkan terus, tentunya akan dilakukan langkah-langkah berikutnya," tegasnya.
"Oh tidak (proses pidana). Semua yang adik-adik kita amankan itu belum ada pidana. Kita mencegah, belum pidana. Berbeda kalau tertangkap tangan saat dia melakukan pemukulan atau perusakan, nah dia sudah pidana. Makanya kita lebih ke arah pencegahan, pencegahan itu kita amankan yang saat berjalan ke arah tempat demo. Intinya yang perlu kita lakukan pencegahan karena saat sudah sampai di sana bisa menjadi pelaku ataupun korban," tambahnya.
Antonius melanjutkan, polisi juga akan melakukan pemeriksaan rapid test kepada orang yang diamankan.
"Rapid juga tetap kita laksanakan ke depan mengingat kemarin ada yang sampai reaktif saat diamankan. Ketika diamankan, sambil menunggu orang tua. Jangan sampai saat ada yang reaktif pulang ke rumahnya malah menyebar itu, makanya kita langsung memutus dan membawa ke Wisma Atlet dan ada yang positif," tandasnya.
Sementara itu, Kepala Suku Dinas Pendidikan I Jakarta Selatan Joko Sugiarto mengatakan, pihaknya akan terus berkoordinasi dengan Kepolisian untuk melakukan pencegahan.
"Sehari sebelum ada demo, kita akan berikan woro-woro. Sejauh ini kami selalu berikan informasi melalui WA (WhastApp), bahkan beberapa saat lalu kita undang semua kepala sekolah-kepala sekolah untuk diberikan arahan. Jadi saat ini, WA pagi kita kirim ke semua sekolah baik negeri dan swasta. Intinya anak-anak BDR, belajar dari rumah, lalu absennya pagi siang dan sore. Absen dengan waktu itu kan tentunya dia terbatas harus di rumah. Lalu ada juga tugas-tugas, selain BDR tadi ada tugas tambahan yang dilakukan di atas jam 1 (siang) sampai selesai. Tugas itu akan disampaikan juga ke gurunya," terangnya.
Joko menuturkan, Sudin Pendidikan juga akan memberikan informasi kepada sekolah agar diteruskan ke orang tua murid agar ikut mengawasi anak-anaknya.
"Kita juga berpesan agar sekolah itu ada pertemuan secara virtual, untuk yang SMP kelas 7, 8, 9 dan SMA kelas 10, 11, 12 perwakilan orang tua dan anak-anak semuanya. Artinya terjadi diskusi antara pihak sekolah dan orang tua murid-murid. Semoga apa yang diharapkan kepolisian, mari sama-sama kita jaga semuanya karena mereka tidak tahu apa yang dilakukan, termasuk dampaknya bisa jadi korban semoga tidak terjadi," katanya.
Sumber: BeritaSatu.com