Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan mencarikan solusi yang terbaik untuk semua pihak terkait pembongkaran tiang-tiang pancang bekas proyek monorel di Jalan Rasuna Said dan Jalan Asia Afrika. Pasalnya, sejumlah pihak termasuk DPRD DKI menilai keberadaan tiang-tiang dari proyek monorel yang mangkrak tersebut, membahayakan dan merusak estetika ibu kota.
“Kita akan mencarikan solusi yang terbaik. Yang terbaik seperti apa, tentu yang memberikan kontribusi bagi semua, dari segi fungsi, struktur, dari segi penggunaannya dan juga tentu dari segi pembiayaannya,” ujar Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patrai di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (23/10/2020).
Ariza, sapaan akrabnya, mengakui tidak mudah mencari solusi terbaik atas proyek monorel yang mangkrak ini. Menurut dia, proyek ini telah berlangsung lama dan melibatkan sejumlah pihak termasuk perusahaan BUMN yang berinvestasi di dalamnya, yakni PT Adhi Karya. Enam Gubernur DKI, mulai dari Sutiyoso, Fauzi Bowo, Joko Widodo, Basuki Tjahjaya Purnama, Djarot Saiful Hidayat hingga Anies Baswedan, kata dia, telah melakukan langkah-langkah evaluasi dan perbaikan atas proyek ini.
“Jadi, ini tentu harus ada keputusan yang harus adil dan apakah nanti diputuskan dicabut atau dimanfaatkan semaksimalnya,” tandas dia.
Karena itu, kata Ariza, dalam waktu yang dekat, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akan mengundang pihak-pihak terkait untuk membahas pembongkaran tiang-tiang monorel ini. Termasuk, kata dia, DPRD juga akan diundang karena mereka merupakan wakil rakyat yang mempunyai hak dan wewenang untuk memberikan masukan dan saran terhadap pembongkaran tiang-tiang monorel tersebut.
“Mudah-mudahan ke depan kita segera rapatkan, rumuskan untuk mengambil satu sikap yang baik. Kita harus mendengarkan masukan-masukan, siapa saja, tentu DPRD juga punya hak dan kewenangan memberikan masukan. Ada memang memberikan masukan, manfaatkan, ada yang menyampaikan diteruskan, ada yang menyampaikan dicabut dan sebagainya, semua masukan itu akan menjadi pertimbangan kami,” terang dia.
Termasuk, kata Ariza, solusi atas permintaan ganti rugi investasi dari PT Jakarta Monorel (PT JM) sebesar Rp 600 miliar. Permintaan ini pernah disampaikan pada era kepemimpinan Fauzi Bowo sebagai Gubernur DKI Jakarta. Saat itu, Fuazi Bowo menolak permintaan PT Jakarta Monorel dan hanya akan membayar sesuai rekomendasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) maksimal Rp 204 miliar.
“Semuanya boleh memberikan masukan, saran, usul yang konstruktif, nanti pemerintah mengambil kebijakan yang terbaik untuk semuanya,” pungkas Ariza.
Proyek monorel ini sudah ada sejak era Sutiyoso menjadi Gubernur DKI Jakarta (1997-2007) dengan tujuan untuk mengurai kemacetan di Jakarta. Pembangunan pertamanya diresmikan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada 14 Juni 2004. Setelahnya, pembangunan monorel ini tersendat.
Bahkan, Fauzi Bowo (Gubernur DKI 2007-2012) menyatakan proyek monorel bukan proyek milik Pemprov DKI. Proyek ini adalah proyek PT JM dan Pemprov DKI hanya memberikan izin rute saja. Fauzi Bowo juga tolak membayar ganti rugi sebesar Rp 600 miliar kepada PT JM dan hanya membayar sesuai rekomendasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) maksimal Rp 204 miliar.
Ketika Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta (2012-2014), Jokowi sempat hendak melanjutkan pembangunan monorel ini. Bahkan Jokowi melakukan peresmian dan peletakan batu pembangunan monorel di Tugu 66, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, 16 Oktober 2013. Namun, proyek monorel ini tidak jalan lagi. Pengganti Jokowi, Basuki T Purnama (2014-2017) juga enggan melanjutkan proyek monorel ini. Begitu juga dengan Djarot Saiful Hidayat (2017) yang tidak mau melanjutkan proyek monorel tersebut dan meminta tiang-tiangnya dibongkar.
Sumber: BeritaSatu.com