Jakarta, Beritasatu.com - Polda Metro Jaya membongkar jaringan atau kelompok yang mengajak, menghasut dan memprovokasi para pelajar lewat media sosial untuk melakukan aksi unjuk rasa anarkistis, di Jakarta. 10 orang kreator dan admin akun media sosial yang semuanya berstatus pelajar berhasil ditangkap. Sementara, aktor atau penggerak di belakang mereka masih dalam pengejaran
Menyoal apa motif para tersangka penghasutan apakah hanya semata menyalurkan hasrat tawuran atau ada kaitannya dengan politik, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sudjana mengungkapkan, penyidik masih mendalaminya. Namun, tujuannya adalah untuk melakukan tindakan anarkistis.
"Terkait motif selama ini kita sudah melakukan pemeriksaan kepada mereka, apakah mereka sebenarnya tahu melakukan demo tujuannya apa. Misalnya terkait Undang-undang Cipta Kerja faktanya mereka sama sekali tidak tahu. Mereka selama ini hanya mengikuti ajakan melalui media sosial, kemudian juga ajakan yang secara langsung oleh seseorang. Kami juga sudah memprofiling pelaku yang mengajak secara langsung. Jadi anak-anak SMK ini, mayoritas mereka anak-anak SMK, mereka tidak tahu, mereka hanya diajak, kemudian mereka memang untuk melakukan demo anarkis," terang Kapolda di Mapolda Metro Jaya, Selasa (27/10/2020).
Nana melanjutkan, dari beberapa tersangka yang dimintai keterangan mereka ikut aksi karena rasa solidaritas yang tinggi. "Pada akun STM Sejabodetabek itu, mereka ada kesamaan satu rasa, kalau mereka misalnya turun mereka akan turun. Sebenarnya lebih banyak karena ajakan. Mereka sepertinya memang ada rasa ingin mengetahui, mereka ada ingin tahu sebetulnya bagaimana aksi demo itu. Bagaimana juga mereka ini kemudian merasakan kalau demo rusuh seperti apa. Mereka selalau mengawali dengan melempar aparat kepolisian. Tetapi kita sudah menyampaikan kepada anggota kita tetap humanis, persuasif jangan terpancing mereka ini yang selama ini menghendaki, mengarah kepada kerusuhan," tandasnya.
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Roma Hutajulu mengatakan, akun Facebook STM Sejabodetabek merupakan sumber dari seluruh ajakan kegiatan aksi demo anarkis dengan pengikut mencapai sekitar 21.000 orang. Sementara, Instagram @panjang.umur.perlawanan diikuti sekitar 11.000 orang.
"Kami laksanakan dengan proses delik biasa, ada LP (laporan polisi), kemudian kita proses penyelidikan dan penyidikan," katanya.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Tubagus Ade Hidayat menuturkan, ada tersangka yang merupakan pelaku lapangan dan juga selaku admin media sosial. "Dari dasar itu kemudian dilakukan pengembangan ke atasnya (menangkap tersangka lainnya)," katanya.
Ihwal apakah para anak pelajar itu tetap bisa diproses hukum karena ada kemungkinan tidak mengetahui perbuatannya, Tubagus menegaskan, pertama ketidaktahuan seseorang terhadap peraturan tidak meniadakan pidana.
"Kedua, ada azas hukum yang disebut fiksi hukum. Fiksi hukum itu artinya setelah undang-undang diresmikan dan dicatat dalam lembaran negara, maka masyarakat dianggap tahu terhadap undang-undang itu. Adapun tentang perlunya sosialisasi dan lainnya, hal ini terus digalakkan. Tapi hal itu tidak meniadakan pidana, dan ada namanya fiksi hukum," tandasnya.
Sumber: BeritaSatu.com