Jakarta, Beritasatu.com - Perlahan-lahan, semakin banyak warga bertani di bantaran Banjir Kanal Timur (BKT) di Jakarta Timur. Tak jarang juga di antara mereka adalah pengangguran karena tempat kerja terdampak pandemi.
Sulistyo Pambudi Utomo, pensiunan dan warga kompleks Perumahan Duren Sawit Baru (Jakarta Timur) yang menggarap lahan sejak beberapa waktu lalu, akhirnya harus mempekerjakan dua korban PHK karena areal yang ditanam semakin luas.
Pekerjaannya merawat beragam tanaman bersama Sulistyo atau dikenal juga Pak Top. Bayarannya dihitung berdasarkan jam. Untuk 1 jam bekerja bayarannya Rp 10 ribu. Sehari dihitung delapan jam kerja sehingga Rp 80 ribu per orang.
Sebelum wabah ini, susah sekali cari pekerja untuk bertani. Sekarang mereka, mau tidak mau, karena ada pemasukan atau pendapatan
"Kasihan juga, maka saya terima kerja," kata Pak Top, kakek dua cucu ini menceritakan alasan menerima pekerja.
Melihat hal itu, tampaknya kini bertani di perkotaan menjadi fenomena. Selain mereka yang sudah bertahun-tahun, juga ada yang baru saja menekuni dengan alasan beragam. Dari kegemaran (hobi), mengisi waktu untuk kegiatan dan menghasilkan hingga bekerja untuk memperoleh pendapatan. Semua alasan itu ada di kalangan warga yang mengolah lagan di BKT.
Pak Top bukan saja sosok yang tetap produktif pada masa pandemi, tetapi juga tetap produktif di usia 70 tahun. Semangat dan kerja kerasnya masih tampak nyata dan tak kalah dengan yang lebih muda di bantaran BKT.
Kini minat mengolah lahan kosong bukan hanya di BKT, melainkan juga muncul dari sebagian warga yang tinggal di sepanjang tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) ruas Kalimalang, khususnya Duren Sawit-Sumber Arta.
Di beberapa lokasi, di bawah kolong tol layang (elevated) di samping aliran Kalimalang itu juga terdapat beragam tanaman yang menghasilkan kebutuhan pangan.
Juga ada di beberapa lokasi di Banjir Kanal Barat (BKB). Beragam jenis tanaman pangan terutama sayuran dan palawija tumbuh subur seperti halnya di bantaran BKT.
Dari alasan bertani di BKT, BKB, dan kolong Becakayu, satu idealisme dipegang teguh. Hasil bertaninya kadang melimpah dan lebih dari cukup untuk kebutuhan keluarga sendiri. Maka, mereka pun berbagi kepada tetangga dan kerabat. Selain berbagi, beberapa petani juga mengaku menjual hasilnya ke warung sekitar rumahnya. "Cukup lumayan. Setidaknya untuk kebutuhan sendiri sudah terpenuhi," kata salah satu petani.
Pak Top juga demikian. Akan tetapi, dia dan sejumlah petani lainnya menekuni pertanian perkotaan juga karena idealisme, yakni membantu ketersediaan pangan untuk warga Jakarta. Sebagai kota metropolitan, Jakarta membutuhkan pasokan kebutuhan pangan, terutama sayuran tidak sedikit jumlahnya.
Saat ini peran petani perkotaan Jakarta terkait dengan kebutuhan pasokan bahan pangan mungkin dianggap kecil namun bermakna besar. Yakni keikutsertaan dalam menjaga pasokan pangan untuk warga ibu kota.
Sebagai orang bisa dibilang perintis pertanian perkotaan di BKT, Pak Top dan beberapa petani lainnya yakin apabila mereka dibina serius akan mampu menghasilkan bahan pangan lebih banyak lagi. Ini mengingat belum seluruh bantaran BKT, BKB (Banjir Kanal Barat), dan kolong Becakayu diberdayakan untuk tanaman pangan. Apalagi, kalau lahan-lahan kosong di Jakarta digunakan untuk bercocok tanam aneka tanaman pangan. Bahkan, diperkirakan apabila lahan bantaran BKT, BKB, kolong Becakayu, serta lahan-lahan kosong ditanami singkong semua, hasilnya bisa untuk memenuhi kebutuhan singkong ibu kota.
"Kalau semua singkong, untuk kebutuhan Jakarta diperkirakan bisa tercukupi. Akan tetapi, kalau semua sayuran, belum bisa, apalagi beras," katanya.
Pada saat pandemi global ini, pasokan pangan untuk masyarakat dunia sedang menjadi perhatian serius. Banyak sentra produksi pangan terdampak wabah, baik dari sisi produksi maupun distribusi akibat pembatasan aktivitas publik.
Walaupun hingga kini belum ada dampak serius berupa gangguan pangan, Badan Pangan Dunia (FAO) mengingatkan pentingnya negara-negara memperhatikan serius ketersediaan dan pasokan pangan. Oleh karena itu, banyak negara diperkirakan menahan produk pangan dan membatasi untuk mengekspor ke negara lain.
Pemerintah Indonesia pun sudah dan sedang mengantisipasi hal itu dengan sejumlah kebijakan. Salah satunya membuka kawasan atau sentra pangan (food estate). Presiden Joko Widodo juga sudah mengingatkan kepala daerah agar memberi perhatian serius persoalan stok pangan di daerahnya.
Presiden saat membuka secara virtual Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi 2020 yang dilansir dari Jakarta, beberapa waktu lalu, mengatakan untuk mengantisipasi terjadinya krisis pangan tersebut, para kepala daerah harus menjaga ketersediaan pangan di wilayah masing-masing. Para kepala daerah diminta benar-benar mencermati data pasokan dan permintaan bahan pangan setiap harinya untuk merumuskan kebijakan yang tepat. Prakarsa mandiri dan inisiatif warga mencukupi pangan tampak perlu terus didorong dengan pembinaan yang baik dan terpadu.
Maka, jangan melupakan prakarsa dan inisiatif para petani perkotaan di BKT, BKB, dan kolong Becakayu dalam andilnya untuk menjaga ketersediaan pangan untuk warga Jakarta.
Sumber: ANTARA