Jakarta, Beritasatu.com - Peneliti Senior Formappi, Lucius Karus, berharap polemik kenaikan anggaran DPRD DKI 2021 harus menjadi momentum bagi Pemprov dan DPRD DKI Jakarta. Momentum untuk membangun sistem pembahasan anggaran daerah secara transparan mulai dari rancangan awal hingga pada saat pengesahan APBD tersebut. Dokumen-dokumen pembahasannya harus dibuka ke publik sehingga publik juga bisa berpartisipasi dalam pembahasan anggaran tersebut.
“Jakarta ini barometer Indonesia, karena itu seharusnya DPRD sudah menjadi parlemen modern, begitu juga dengan pemprovnya sehingga harus lebih terbuka termasuk pembahasan anggaran dengan memanfaatkan teknologi dan berbagai fasilitas yang ada di ibu kota,” ujar Lucius saat dihubungi, Senin (7/12/2020).
Sampai saat ini, kata Lucius, dokumen awal rancangan APBD yang termuat dalam KUA-PPAS hingga dokumen yang disetujui dalam rapat paripurna masih sulit diakses oleh publik. Menurut dia, seharusnya setiap tahapan pembahasan baik di rapat komisi, banggar maupun Rapimgab harus dibuka ke publik.
“Jangan ditutup-tutup prosesnya karena peluang penyalahgunaan anggaran bisa terjadi di situ, harus transparan, alokasikan anggaran untuk membangun sistem yang transparan seperti yang dilakukan pada masa Ahok (Basuki T Purnama),” tandas dia.
Publik, kata Lucius, tidak mungkin percaya begitu saja dengan pernyataan Ketua DPRD Prasetio Edi Marsudi yang menyebutkan bahwa RKT yang beredar tidak benar dan tidak ada kenaikan gaji dan tunjangan DPRD 2021. Pasalnya, sebagian anggota DPRD DKI termasuk di Komisi A, pada awal-awal RKT beredar, mengakui adanya usulan dan rencana kenaikan tunjangan DPRD DKI.
“Seharusnya diklarifikasi secara runut, RKT itu muncul pada tahapan mana, besaran berapa, alasan diusulkan, kemudian dikoreksi dan dievaluasi lagi sehingga tidak mengalami kenaikan sehingga publik mempunyai gambaran dan yakin dengan apa yang disampaikan DPRD. Dan klarifikasi tersebut sebenarnya tidak perlu kalau dari awal, pembahasan dilakukan secara terbuka,” jelas dia.
Apalagi, lanjut Lucius, publik juga tidak tahu berapa penambahan anggaran untuk kegiatan DPRD DKI 2021 yang disebutkan Prasetio mengalami kenaikan. Menurut dia, harusnya dijelaskan secara detail penambahan kegiatan apa saja, alasan ditambahkan terutama di situasi pandemi Covid-19 dan jumlah anggaran yang dialokasi untuk kegiatan tersebut.
“DPRD bilang kan kegiatan sosialisasi ditambah volumenya, sehingga anggarannya membengkak.
Efisien
Padahal, kegiatan sosialisasi bisa dilakukan secara efisien dan efektif, misalnya menggunakan teknologi, intinya, apa yang disosialisasikan dikemas dengan baik dan menarik, tidak perlu tatap muka untuk menghemat anggaran,” ungkap dia.
Selain itu, kata dia, sosialisasi seperti nilai-nilai kebangsaan bisa dilakukan bersamaan dengan reses anggota dewan ke dapilnya masing-masing. Kemungkinan lain, tutur dia, sosialisasinya dilakukan per fraksi atau per dapil sehingga bisa menekan anggaran kegiatan DPRD.
“Nanti, anggarannya bisa diprioritaskan untuk penanganan Covid-19, khususnya pemulihan ekonomi dan penyedian jaring pengaman sosial. Kan lebih bagus kalau DPRD mengurangi gaji, tunjangan dan ]anggaran kegiatannya untuk difokuskan pada penanganan Covid-19,” pungkas dia.
Dibuka ke Publik
Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah DKI Jakarta Partai Solidaritas Indonesia, Michael Victor Sianipar, meminta pimpinan DPRD DKI dan Pemprov DKI Jakarta membuka dokumen APBD DKI 2021 yang telah disepakati dalam rapat paripurna di Gedung DPRD, Jakarta, Senin (07/12/2020). Menurut Michael, publik wajib dan berhak mengetahui rancangan anggaran daerah 2021.
“Kami dorong agar, bukan saja rancangan anggaran RKT anggota DPRD, tetapi seluruh APBD dibuka ke publik, sampai ke level komponen, sehingga pengawasan bukan hanya oleh fraksi-fraksi di DPRD, tetapi juga publik,” ujar Michael.
PSI, kata dia, mengakui APBD 2021 yang telah disepakati tersebut. Namun, tutur dia, pihaknya mengkritisi proses pembahasan hingga persetujuan RAPBD 2021 yang relatif tidak terbuka dan tidak transparan.
“Kami saja tidak tahu persis isi dari APBD 2012, kan tidak mungkin kami menyetujui sesuatu yang kami tidak tahu isinya. Jangankan kami, saya rasa banyak anggota dewan yang lain tidak tahu isinya seperti apa,” tandas dia.
Ke depan, kata dia, Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta akan mendorong penggunaan teknologi dalam proses penganggaran. Menurut dia, sistem e-budgeting yang pernah diterapkan di Jakarta bisa dimanfaatkan lagi karena melalui sistem tersebut, komponen anggaran bisa dibuka dan diakses publik secara luas.
“Kalau dulu-dulu di website apbd.jakarta.go.id, komponen-komponen anggaran sudah dibuka, diakses ke publik. Tetapi secara sejak transisi ke sistem smart budgeting, tidak jelas lagi komponen apa saja yang bisa diakses publik. Jangan APBD Tahun 2021, APBD perubahan Tahun 2020 saja masih belum bisa diakses,” terang dia.
Selain itu, kata dia, PSI juga tetap mengawal alokasi dan pencairan anggaran APBD 2021 agar benar-benar dimanfaatkan untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat DKI Jakarta. Karena itu, pihaknya meminta agar APBD DKI tahun 2021 segera dibuka ke publik.
“Kami tetap mengawal APBD 2021 ini, tetapi kan kami perlu tahun isinya karenanya kita minta datanya dibuka ke publik,” pungkas dia.
Diketahui, DPRD DKI Jakarta dan Pemprov DKI telah menyepakati APBD DKI 2021 sebesar Rp 84,19 triliun, Senin (7/12/2020). Semua anggota dewan yang hadir menyatakan persetujuan secara lisan atas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang APBD 2021 tersebut.
"Pelaksanaan paripurna hari ini sudah selesai. Dengan nilai (APBD) Rp 84,19 triliun," ujar Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Prasetio Edi Marsudi yang memimpin rapat tersebut.
Dalam rapat tersebut, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan diwakilkan oleh Penjabat (Pj) Sekertaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta, Sri Haryati. Sedangkan untuk pidato pendapat akhir dilakukan oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria secara virtual. Jumlah anggota dewan yang hadir secara fisik sebanyak 62 orang dan yang hadir secara virtual sebanyak 16 orang. Rapat paripurna tersbut tidak dihadiri oleh fraksi PSI.
Dalam APBD tersebut, kata Prasetio, tidak ada kenaikan anggaran gaji dan tunjangan DPRD DKI. Anggaran DPRD DKI Jakarta mengacu pada besaran anggaran DPRD DKI pada 2020.
Sumber: BeritaSatu.com