Jakarta, Beritasatu.com - Sub Direktorat Harta Benda Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, telah menangkap dan menetapkan 15 mafia tanah sebagai tersangka terkait tiga laporan polisi yang diadukan keluarga Dino Patti Djalal.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Yusri Yunus mengatakan, pada laporan pertama polisi menetapkan lima orang sebagai tersangka.
"Saya ambil contoh yang LP nomor satu, yang di Pondok Pinang. Ada lima tersangka di situ, yang tiga sementara (sudah) menjalani hukuman dengan kasus mafia tanah lain," ujar Yusri, di Mapolda Metro Jaya, Jumat (19/2/2021).
Kelima tersangka itu berinsial ADS, DR, SS, VGA, dan FS. Mereka memiliki peran masing-masing dalam menjalankan aksinya.
Tersangka ADS berperan mencari korban yang hendak menjual rumah atau properti, mencari atau menyediakan calon pembeli bersama SS, mengarahkan pelapor Mustopa untuk menyerahkan SHM 2.614/ Pondok Pinang atas nama Zurni Hasyim Djalal kepada tersangka DR dengan alasan untuk pengecekan di BPN Jaksel, kemudian mengatur rencana, menyuruh tersangka DR untuk membuat tanda tangan palsu penjual (Zurni Hasyim Djalal dan suaminya Hasyim Djalal), dan menerima uang Rp 100 juta dari tersangka VGA.
"Salah satu yang di dalam lapas inisialnya A, dia adalah otaknya," ungkap Yusri.
Selanjutnya, tersangka DR berperan mengaku sebagai staf notaris, menerima Sertifikat Hak Milik (SHM) asli dari Mustopa, memberi tanda terima SHM dengan kop notaris palsu, memalsukan tanda tangan penjual Zurni Hasyim Djalal dan suaminya Hasyim Djalal dalam AJB 103/2019 PPAT Erlinawati, SH, dan menerima uang Rp 15.000.000 dari tersangka ADS.
Kemudian, tersangka SS perannya mencari dan menyediakan calon pembeli, turut bersama tersangka ADS dalam pengurusan jual-beli, dan menerima uang Rp 100.000.000.
Tersangka VGA -perempuan- berperan mengaku sebagai pembeli, mengetahui perihal pembuatan AJB 103/2019 PPAT Erlinawati, SH tentang jual beli rumah di Pondok Indah dari Zurni Hasyim Djalal kepada VGA padahal para pihak tidak pernah menghadap PPAT, menggunakan AJB 103/2019 PPAT Erlinawati, SH sebagai warkah ke BPN Jaksel guna peralihan SHM 2614/Pondok Pinang atas nama Zurni Hasyim Djalal menjadi atas namanya padahal tidak pernah ada jual beli. Kemudian, setelah SHM beralih nama dia menjual rumah itu kepada Hendry Oktavianus senilai Rp 10 miliar.
Terakhir tersangka FS, yang merupakan suami VGA perannya, mengaku sebagai pembeli, selalu mendampingi VGA ketika bertemu Mustopa dan Zurni Hasyim Djalal, dan bersama VGA menjual rumah itu kepada Hendry Oktavianus.
"Jadi modus operandinya, pelaku berpura-pura sebagai pembeli rumah dan meminta asli sertifikat dengan dalih untuk pengecekan ke Badan Pertanahan Nasional Jakarta Selatan, kemudian membuat AJB palsu dan melakukan balik nama sertifikat tanpa sepengetahuan pemilik," kata Yusri.
Yusri menjelaskan, kasus ini bermula ketika pelapor Mustopa -penghubung atau broker- dihubungi tersangka ADS, dan diminta mencarikan aset tanah di Jakarta Selatan, medio Maret 2019. Kemudian, Mustopa menawarkan tanah dan bangunan milik Zurni Hasyim Djalal, di Pondol Indah, Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
"Kemudian, tersangka ADS menghubungi Mustopa bahwa ada pembeli yakni tersangka FS dan tersangka VGA," ucapnya.
Pada 10 April 2019, atas permintaan tersangka ADS, pelapor Mustopa kemudian menyerahkan asli Sertifkat Hak Milik No. 2614/Pondok Pinang atas nama Zurni Hasyim Djalal, IMB dan PBB kepada tersangka DR. Kemudian, tersangka FS dan VGA menemui Mustopa untuk berpura-pura survei.
"Selanjutnya, tersangka DR diminta tersangka ADS mengurus pembuatan AJB dan proses balik nama SHM tanpa melibatkan pemilik," katanya.
Sejurus kemudian, tersangka DR minta dibuatkan draf AJB tanpa nomor PPAT Erlina Kurniawati. Tersangka ADS selanjutnya, memerintahkan DR untuk menandatangani selaku pihak penjual. Setelah ditandatangani, draf AJB diserahkan kepada PPAT Erlina Kurniawati untuk dimintakan penomoran AJB.
Kemudian, terbit akte jual beli nomor 103/2019, antara Zurni Hasyim Djalal selaku penjual dengan VGA selaku pembeli dengan harga Rp 17,5 miliar. Padahal pihak penjual maupun pembeli tidak hadir. Pada akhirnya, SHM Nomor 2614/Pondok Pinang beralih menjadi atas nama VGA, dan kemudian ditawarkan atau dijual kepada Hendry Oktavianus senilai Rp 10 miliar.
Dalam perjalanan waktu, rumah itu kemudian juga dijual Hendry kepada seseorang bernama Thomas Irawan Tjahjono senilai Rp 18,8 miliar.
Sumber: BeritaSatu.com