Jakarta, Beritasatu.com - Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta Yusmada Faizal meminta publik tidak perlu mendikotomikan lagi istilah normalisasi dan naturalisasi sungai dalam rangka pengendalian banjir di Jakarta. Kedua program tersebut saling terkait satu sama lain dalam rangka menambah kapasitas sungai-sungai di Jakarta.
"Sekali lagi enggak ada lagi dikotomi naturalisasi normalisasi," ujar Yusmada usai dilantik menjadi Kadis SDA DKI baru beberapa waktu lalu.
Yusmada mengatakan, penambahan kapasitas sungai bisa dilakukan dengan cara alami maupun dengan penambahan sheet pile sebagai penahan dinding tebing. Karena itu, normalisasi dan naturalisasi berjalan seiring.
"Bahwa penanganannya nanti bisa dengan cara-cara yang natural atau bisa sheet pile-sheet pile itu sebagai penahan-penahan dinding tebing. Itu konstruksinya," kata Yusmada.
Normalisasi sungai Ciliwung merupakan program kerja sama antara Pemprov DKI Jakarta dengan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Kementerian PUPR. Normalisasi ini sudah mulai dikerjakan sejak 2012 dengan target sepanjang 33,69 kilometer.
Hingga Tahun 2017, sudah berhasil dinormalisasi sepanjang 16 kilometer, yakni
yakni diperlebar dan dibeton untuk memperlancar aliran sungai. Program ini kemudian terhenti karena terkendala pembebasan lahan.
Dalam program normalisasi ini, Pemprov DKI bertugas melakukan pembebasan lahan dan konstruksinya dibangun oleh Kementerian PUPR.
Baca Juga:
Sebelumnya, Kepala Bappeda Provinsi DKI Jakarta, Nasruddin Djoko Surjono juga mengatakan Pemprov DKI juga tidak mendikotomikan antara normalisasi dan naturalisasi sungai dalam pengendalian banjir Jakarta. Keduanya tetap dilakukan secara terintegrasi melalui kolaborasi intensif dengan pemerintah pusat.
“Pada prinsipnya, konsep naturalisasi dan normalisasi dapat dilakukan secara sinergis untuk mencapai tujuan yang maksimal. Keduanya merupakan upaya merevitalisasi kali, sungai, kanal, waduk, situ dan saluran makro dalam upaya untuk menjaga kapasitas badan air sesuai dengan kebutuhan agar berfungsi optimal. Jenis-jenis kegiatan terkait hal ini, antara lain penghijauan di bantaran air, pengerukan, dan pendalaman badan air, dan penurapan badan air,” ujar Nasruddin dalam keterangannya, Rabu (10/2/2021).
Apalagi, kata Nasruddin, program normalisasi sungai sejalan dengan kesepakatan bersama rencana aksi penanggulangan banjir dan longsor di Kawasan Jabodetabekpunjur 2020-2024.
Dalam rencana itu, Kementerian Pekerjaa Umum dan Perumahan Rakyat (Kempupera) akan melaksanakan konstruksi pengendalian banjir di kali/sungai yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah mendukung dengan pengadaan tanah pada lokasi kali atau sungai yang akan dikerjakan.
“Secara faktual, Pemprov DKI Jakarta selama ini tetap melakukan pengadaan tanah di kali/sungai yang mendukung pelaksanaan normalisasi oleh Pemerintah Pusat," tutur Nasruddin.
Terakhir pada 2020, kata Nasruddin, Pemprov DKI telah melakukan proses pengadaan tanah di Kali Ciliwung, Pesanggrahan, Sunter, dan Jatikramat senilai sekitar Rp 340 miliar. Sedangkan, untuk Kali Angke, pengerjaannya dilakukan pada 2021.
"Pada 2021 ini, anggarannya telah teralokasi senilai sekitar Rp 1,073 triliun yang diperuntukkan bagi pengadaan tanah di sungai/kali tersebut dan beberapa lokasi waduk serta sungai dalam sistem pengendali banjir,” terang Nasruddin.
Sumber: BeritaSatu.com