Skenario Ferdy Sambo Coba Kecoh Kompolnas hingga Kapolri
Dwi Argo Santosa / AO
Jakarta, Beritasatu.com - Berbelitnya kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J tidak lepas dari adanya upaya menutup-nutupi tindak kejahatan pembunuhan. Ferdy Sambo, yang ketika itu menjabat sebagai Kadiv Propam Polri, menyusun skenario sehingga tewasnya Yosua terkesan bukan pembunuhan melainkan sebuah insiden tembak-menembak antarpolisi.
Skenario “tembak-menembak” itu mampu mengelabuhi banyak pihak. Selain masyarakat luas, anggota Kompolnas dan Polri sebagai institusi pun termakan alur palsu kejadian penembakan.
Bahkan, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengaku terkena prank Ferdy Sambo. Bukti bahwa Polri sebagai intistusi termakan skenario Sambo adalah ketika Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menyampaikan keterangan pers pada Senin, 11 Juli 2022 atau tiga hari setelah kematian Yosua. Materi yang disampaikan adalah versi “tembak-menembak”.
Hal serupa dipertegas oleh keterangan Kapolres Jaksel saat itu, Kombes Pol Budhi Herdi Susianto. Budhi malah menyebut bahwa closed circuit television/CCTV di lokasi kejadian dalam keadaan rusak sejak dua minggu sebelumnya.
Polri menyatakan, Brigadir J tewas dalam insiden tembak-menembak dengan Bharada E pada Jumat sore, 8 Juli 2022 di rumah dinas Kadiv Propam Polri, Jalan Duren Tiga Nomor 46, Pancoran, Jakarta Selatan.
Brigadir J disebut memasuki kamar pribadi istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. Bintara berusia 28 tahun itu disebut melakukan pelecehan serta menodongkan pistol sehingga istri atasannya itu berteriak.
Yosua panik dan keluar dari kamar. Salah satu ajudan Ferdy yang ada di lantai atas, Bharada Richard Eliezer bertanya kepada Yosua, apa yang terjadi. Pertanyaan itu dijawab dengan tembakan oleh Yosua. Eliezer pun membalas tembakan.
Dari tujuh peluru yang ditembakkan Yosua, tak ada satu pun yang mengenai sasaran. Sementara lima tembakan Bharada Eliezer, yang menggunakan pistol Glock, semuanya tepat sasaran.
Alur cerita tersebut dilengkapi dengan laporan polisi. Malam setelah penembakan, Putri Candrawathi melapor ke Polres Jaksel sebagai korban pelecehan oleh Yosua.
Dalam perjalanan penyelidikan oleh aparat Polres Jaksel, ternyata anak buah Ferdy Sambo membersihkan jejak pembunuhan, yakni menghilangkan CCTV. Mereka ini terdiri dari beberapa anggota Propam yang dibantu anggota Bareskrim Polri.
Skenario tembak-menembak ini juga menyeret nama penasihat ahli Kapolri, Fahmi Alamsyah. Nama ini disebut-sebut ikut menyusun skenario sehingga pembunuhan tersebut seolah insiden tembak-menembak.
Fahmi membantah tudingan itu. Namun, ia mengaku diminta bantuan oleh Ferdy Sambo membuat draf rilis kejadian. Ia menyatakan tidak berada di lokasi saat penembakan.
Belakangan, Fahmi Alamsyah mengundurkan diri dari posisi penasihat ahli Kapolri. Alasannya, dirinya jadi pembicaraan dalam rapat internal tim penasihat. Ia mundur karena tidak mau membebani Kapolri dan penasihat ahli lainnya.
Saat rapat dengar pendapat Komisi III DPR di gedung DPR, Jakarta, Rabu (24/8/2022), Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengaku belum pernah bertemu Fahmi. Menurut Listyo, sehari-hari Fahmi lebih sering bersama Ferdy Sambo.
Lantas sejauh mana Polri menelusuri keterlibatan Fahmi dalam menutupi kasus pembunuhan? Dalam sebuah wawancara dengan sebuah stasiun televisi swasta, Kapolri menjawab, tim khusus Polri mendalami dugaan keterlibatan Fahmi. Bila ditemukan adanya pelanggaran pidana maka ia akan diproses. Sampai sekarang Fahmi tidak diproses.
Sementara itu, Ferdy Sambo tampaknya juga bersafari untuk meyakinkan pihak-pihak lain agar percaya pada skenario “tembak-menembak”. Lima hari setelah kematian Yosua, ia menemui Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran. Kedua jenderal berpelukan.
Ferdy Sambo, seorang jenderal yang pernah memimpin Satgasus Merah Putih Polri, tampak menangis. Kejadian itu mendapat perhatian pers.
Menko Polhukam Mahfud MD yang juga Ketua Kompolnas menduga Kapolda Fadil Imran termakan prank versi Sambo. “Saya menduga, ya, kena prank juga seperti yang Kompolnas, Komnas HAM, dan pimpinan redaksi televisi besar itu,” ungkapnya.
Menurut Mahfud, Sambo diam-diam ternyata juga mengundang Poengky Indarti, salah satu anggota Kompolnas, serta Komisioner Komnas HAM Choirul Anam dalam dua kesempatan berbeda. Sambo menceritakan insiden di Duren Tiga sesuai versinya.
Sementara itu, Ketua Harian Kompolnas, Irjen (Purn) Benny Mamoto adalah salah satu tokoh yang juga termakan prank skenario Sambo. Pensiunan perwira tinggi yang pernah malang melintang menangani pemberantasan narkoba dan terorisme ini mengaku turun ke lapangan untuk mendengar dan melihat langsung bagaimana penyidik bekerja.
Hal itu ia lakukan karena ada silang pendapat yang membuat bingung masyarakat terkait penenganan kasus tewasnya Brigadir Yosua. Alih-alih menemukan kejanggalan, Benny justru terbawa arus skenario “tembak-menembak” Sambo.
Pernyataan Benny bahwa tak ada kejanggalan dalam kasus ini serta-merta disambut tanggapan miring warganet. Mayoritas netizen menyayangkan sikap Benny yang tidak jeli mengawasi kinerja Polri. Bahkan, tidak sedikit yang mengusulkan Kompolnas dibubarkan.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit di hadapan Komisi III DPR juga mengaku didatangi oleh Sambo setelah kematian Yosua. Kepada Kapolri, Sambo menceritakan versi “tembak-menembak” itu.
Kapolri pun langsung membentuk tim khusus guna membongkar kasus ini, pada 12 Juli 2022, atau sehari setelah konferensi pers Karopenmas Polri. Tim ini yang kemudian mengambil alih penanganan kasus di Mapolda Metro Jaya.
Kasus yang dimaksud adalah laporan Putri Candrawathi mengenai dugaan pelecehan seksual di Duren Tiga serta laporan kuasa hukum keluarga Yosua mengenai dugaan pembunuhan berencana terhadap Yosua.
Setelah penyelidikan dan penyidikan, pra rekonstruksi kasus, termasuk ekshumasi jenazah Yosua, pada 3 Agustus 2022 timsus menetapkan Bharada E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu sebagai tersangka pembunuh Yosua.
Uniknya, polisi masih menggunakan versi “tembak-menembak”. Timsus Polri menilai tindakan Bharada E menembak Yosua bukan sebagai upaya membela diri.
Menjadi tersangka, lima hari kemudian Bharada E resmi mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC).
Menurut pengacaranya, Bharada E menyatakan menembak Yosua karena diperintah atasannya. Dalam peristiwa itu tidak ada tembak-menembak seperti yang pernah disebutkan dalam konferensi pers Polri.
Akhirnya, skenario akal-akalan itu pun terbongkar. Timsus juga telah memeriksa 97 anggota Polri. Sebanyak 35 personel di antaranya diduga melanggar kode etik profesi Polri, seperti menghalang-halangi penyidikan dengan menghilangkan barang bukti.
Setelah lewat enam bulan, Minggu depan kasus ini menuju babak akhir, yakni vonis pengadilan tingkat pertama.
# Ferdy Sambo# Prank Ferdy Sambo# Skenario Ferdy Sambo# Bharada E# Brigadir Yosua