Kemenkes Sebut Obat Sirop Praxion Aman untuk Dikonsumsi
Jakarta, Beritasatu.com - Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Muhammad Syahril mengatakan bahwa obat Praxion masuk dalam kelompok obat yang aman dikonsumsi. Pasalnya, obat yang diproduksi PT Pharos Indonesia itu dinyatakan aman berdasarkan hasil uji Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
“Sebetulnya obat itu sudah masuk ke dalam kelompok 508 obat yang dikatakan aman dalam list (daftar) BPOM,” kata Syahril pada acara dialog bertemakan: "Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak Muncul Lagi" di Media Center MPR/DPR/DPD, Gedung Nusantara II Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (9/2/2023).
Syahril menuturkan obat Praxion dikaitkan dengan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) karena pasien ada Riwayat minum obat tersebut, sehingga untuk memastikan hal tersebut, masih dalam tahap penelitian.
Dia juga menambahkan obat Praxion ditarik sementara dari peredaran ini berkaca dari pengalaman tahun lalu. Dalam hal ini, setiap ada kasus yang berkaitan dengan obat, maka Kemenkes merekomendasikan untuk menghentikkan sementara dari peredaran guna menjamin keselamatan masyarakat.
Diketahui, pasien GGAPA yang meninggal dunia memiliki riwayat mengkonsumsi obat sirop Praxion. Terkait hal ini, Kemenkes masih melakukan investigasi terkait penyebab gangguan ginjal akut yang terjadi pada pasien meninggal dunia.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) segera mengimbau perusahaan farmasi agar menarik secara sukarela atau voluntary withdrawal obat-obat sirop yang memiliki kandungan Etilen Glikol/Dietilen Glikol (EG/DEG) yang melampaui ambang batas. Hal ini merupakan langkah cepat untuk mencegah makin banyaknya kasus Gagal Ginjal Akut Pada Anak (GGAPA).
"Kita sudah berkoordinasi dengan BPOM untuk mengimbau perusahaan melakukan voluntary withdrawal," ujar Budi di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/2/2023).
Selain itu, Budi juga meminta agar Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) meresepkan obat-obat yang berisiko rendah terhadap kasus GGAPA. Dia juga berharap dokter-dokter anak di rumah sakit agar proaktif jika ditemukan anak dengan gejala-gejala GGAPA.
"Khusus untuk teman-teman dokter, kita juga minta agar benar-benar bisa memastikan bahwa kalau ada gejala-gejala seperti dulu, itu segera langsung saja ke RS rujukan," imbuh Budi.
Menurut Budi, kasus terbaru GGAPA di Jakarta terlambat ditangani sehingga anaknya meninggal dunia. Padahal, kata dia, kasus GGAPA sudah memiliki obat yang bisa menyelamatkan anak.
"Ini (kasus di Jakarta) sebenarnya agak telat, kita kan sudah tahu obatnya, kalau ketemunya lebih cepat, harusnya bisa diobati dan selamat. Tetapi karena proses rujukan terlampau lama dan berjenjang naik, itu mengakibatkan lama," pungkas Budi.
Sebenarnya, Juru Bicara Kementerian Kesehatan M. Syahril, membeberkan kronologi kasus gagal ginjal akut pada anak di Jakarta. Disebutkan Syahril, kasus konfirmasi GGAPA terjadi pada anak berusia 1 tahun dan mengalami demam pada 25 Januari 2023. Kemudian, anak tersebut diberikan obat sirup penurun demam yang dibeli di apotek dengan merk Praxion.
Kemudian, pada 28 Januari 2023 (tiga hari kemudian), anak itu mengalami batuk, demam, pilek, dan tidak bisa buang air kecil (Anuria). Pasien kemudian dibawa ke Puskesmas Pasar Rebo, Jakarta, untuk mendapatkan pemeriksaan. Hingga pada 31 Januari mendapatkan rujukan ke Rumah Sakit Adhyaksa.
"Dikarenakan ada gejala GGAPA maka direncanakan untuk dirujuk ke RSCM, tetapi keluarga menolak dan pulang paksa. Pada tanggal 1 Februari, orang tua membawa pasien ke RS Polri dan mendapatkan perawatan di ruang IGD, dan pasien sudah mulai buang air kecil," kata Syahril.
Lalu pada 1 Februari, pasien kemudian dirujuk ke RSCM untuk mendapatkan perawatan intensif sekaligus terapi fomepizole. Namun, 3 jam setelah di RSCM pada pukul 23.00 WIB pasien dinyatakan meninggal.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini