Pakar Nilai RUU Kesehatan Dibutuhkan Demi Perkuat Sistem Kesehatan Nasional

Jakarta, Beritasatu.com - Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan yang dibuat dalam metode Omnibus Law masih menuai pro dan kontra. Meski ada penolakan dari sejumlah organisasi profesi tenaga kesehatan (nakes), namun RUU ini juga mendulang banyak dukungan dari kalangan medis karena dinilai sangat dibutuhkan dalam sistem kesehatan nasional, termasuk pada hal peningkatan kesehatan masyarakat.
“Kita memang sangat membutuhkan adanya Undang-undang (UU) yang mewakili sistem nasional kesehatan kita karena selama ini sistem regulasi yang ada itu fragmented parsial dan kadang tidak harmonis antara satu kebijakan dengan kebijakan lain,” kata Pakar dan Pengamat Kebijakan Kesehatan, dr Hermawan Saputra dalam keterangannya, dikutip Jumat (9/6/2023).
Menurut Hermawan, banyak regulasi setara RUU Kesehatan yang tidak bisa mewakili dan menjamin pelayanan kesehatan atau upaya perlindungan kesehatan masyarakat Indonesia. Dia memberi contoh, UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan di mana sistem kesehatan sendiri justru diatur dalam level Peraturan Presiden (Perpres).
“Beda dengan sistem pendidikan nasional (Sisdiknas) yang mana UU yang mengatur. Jadi ada fragmen-fragmen tersendiri di sistem kesehatan kita sekarang. Ini baru kita lihat dari situasi makro,” jelas Ketua Umum Terpilih PP Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) tersebut.
Dengan metode Omnibus Law, kata Hermawan, RUU Kesehatan akan menyederhanakan regulasi dalam rangka harmonisasi peraturan perundang-undangan mengenai sistem kesehatan di Indonesia. Penggunaan metode Omnibus Law sebagai upaya harmonisasi peraturan perundang-undangan juga mampu menekan ego sektoral yang terkadang menimbulkan pertentangan antara peraturan perundang-undangan yang satu dengan peraturan perundang-undangan yang lain.
Tak hanya itu, UU secara Omnibus Law yang dibentuk menggunakan cara modifikasi pun dinilai menjadikan peraturan perundang-undangan dapat beradaptasi dengan kondisi riil di masyarakat.
Hermawan menilai, omnibus law dalam RUU Kesehatan dapat menjadi aturan rigid yang komprehensif mengatur sistem kesehatan nasional. Termasuk dalam hal praktek kedokteran, keperawatan, kebidanan, dan praktek tenaga medis lainnya yang saat ini aturannya berdiri sendiri-sendiri.
“Jadi perlu diharmonisasi dan disinkronisasi. Belum lagi jika kita kaitkan lagi tentang UU yang lebih tua yaitu tentang obat. Aturan itu ada dari tahun 1949. Ada juga UU No 4 tahun 1984 tentang wabah, itu kan sudah lama sekali dan patut kita sesuaikan dengan konteks terkini,” tandas Hermawan.
BERITA TERKAIT
BERITA TERKINI
Gerindra Berharap PSI Segera Dukung Prabowo Capres Seusai Kaesang Jadi Ketum
Misteri Kematian Pengawal Pribadi Kapolda Kaltara, Polisi Periksa 14 Orang Saksi
Video: Pedagang Keluhkan Media Sosial Rangkap E-Commerce Harga Lebih Murah
3
Sah, Kaesang Pangarep Jadi Ketua Umum PSI
4
B-FILES


Perlukah Presiden/Kepala Negara Dihormati?
Guntur Soekarno
Urgensi Mitigasi Risiko Penyelenggara Pemilu 2024
Zaenal Abidin
Identitas Indonesia
Yanto Bashri