ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT

Banyak WNI Berobat ke Luar Negeri, Industri Kesehatan Nasional Harus Bisa Berubah

Penulis: Hendro Dahlan Situmorang | Editor: RZL
Jumat, 4 Agustus 2023 | 00:27 WIB
Co-Founder sekaligus CEO Kavacare, dr Eddy Wiria menilai industri kesehatan di Indonesia harus secepatnya berubah agar masyarakat lebih mempercayai dokter atau tenaga medis dan rumah sakit di Tanah Air.
Co-Founder sekaligus CEO Kavacare, dr Eddy Wiria menilai industri kesehatan di Indonesia harus secepatnya berubah agar masyarakat lebih mempercayai dokter atau tenaga medis dan rumah sakit di Tanah Air. (Beritasatu.com / Hendro Situmorang)

Jakarta, Beritasatu.com - Tren warga Indonesia berobat ke luar negeri (LN) cukup tinggi. Angkanya hampir mencapai satu juta orang per tahun. Padahal dokter-dokter di Indonesia tidak kalah kualitasnya dengan yang di luar negeri.

Beberapa faktor penyebabnya, antara lain sisi peralatan rumah sakit di luar negeri masih lebih baik. Ditambah masih terbatasnya jumlah dokter spesialis dan subspesialis, akibatnya membuat pasien di Tanah Air harus mengantre untuk mendapat pelayanan kesehatan yang diinginkannya.

Co-Founder sekaligus CEO Kavacare, dr Eddy Wiria mengatakan industri kesehatan di Indonesia harus secepatnya bisa berubah agar masyarakat lebih mempercayai dokter atau tenaga medis dan rumah sakit di Tanah Air sendiri. Ia pun optimistis dengan adanya Undang-undang (UU) Kesehatan yang baru akan mampu menjawab kekurangan yang ada selama ini.

ADVERTISEMENT

"Kita akui Indonesia sudah ketinggalan cukup banyak. Solusinya adalah mari kita balap mereka (pihak luar negeri) lebih cepat. Namun bukan karena kalah pintar ya. Dokter kita juga pintar-pintar. Tentunya mengejar ketertinggalan perlu kemauan yang kuat dan dana besar untuk meningkatkan kualitas kesehatan di Indonesia," katanya di Jakarta, Kamis (3/8/2023).

Hal ini termasuk melengkapi berbagai fasilitas, peralatan dan perlunya mengundang dokter asing mengajar di Indonesia untuk transfer knowledge. Ia pun mengajak semua stakeholder kesehatan bersama-sama membenahi untuk Indonesia lebih baik lagi dan bukan waktunya lagi saling menyalahkan.

dr Eddy sendiri usai menyelesaikan pendidikan kedokteran di luar negeri memutuskan kembali ke Indonesia. Ia membangun layanan kesehatan di rumah yang komprehensif serta medical assistance Kavacare untuk membantu masyarakat mendapatkan rekomendasi dokter dan rumah sakit di dalam dan luar negeri sesuai kebutuhan dan kemampuan.

"Kadang orang bertanya, saya sakit kanker atau jantung, tapi saya tidak tahu harus berobat ke mana, siapa dokter yang direkomendasikan, berapa biayanya, dan apa tindakannya? Di sinilah kami Kavacare dan KavaLink hadir menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Kami ingin ketika pasien membutuhkan pengobatan, mereka dapat merasa nyaman dan terbantu. Namun Indonesia atau dalam negeri kami utamakan terlebih dahulu," ungkapnya.

Salah satu tujuan Kavacare ini, lanjut dr Eddy, ialah mengumpulkan database alih service excellent atau pelayanan prima di berbagai tempat untuk disesuaikan dengan lokasi terdekat. Misal ada pasien di Jember, apakah bisa dilakukan tindakan di rumah sakit di kota tersebut atau harus ke kota lain yang terdekat seperti Surabaya.

Jika tidak bisa, maka pasien itu dialihkan ke Yogyakarta, Jakarta atau kota lainnya. Dengan demikian, pasien bisa mencari dokter spesialis atau subspesialis yang bisa membantu mereka di tempat terdekatnya.

"Ini menjadi 'PR' kita karena informasi tersebut tidak banyak. Ditambah kita juga masih kekurangan dokter subspesialis. Sementara dokter umum sudah banyak. Dokter spesialis banyak tapi belum merata. Makanya kami terus berbenah dan mengumpulkan database yang akurat," paparnya.

Co-Founder sekaligus CEO Kavacare, dr Eddy Wiria menilai industri kesehatan di Indonesia harus secepatnya berubah agar masyarakat lebih mempercayai dokter atau tenaga medis dan rumah sakit di Tanah Air.
Co-Founder sekaligus CEO Kavacare, dr Eddy Wiria menilai industri kesehatan di Indonesia harus secepatnya berubah agar masyarakat lebih mempercayai dokter atau tenaga medis dan rumah sakit di Tanah Air.

Kekurang dotker spesialis, dapat terlihat misalnya dalam kasus dokter ortopedi di Tanah Air. Indonesia hanya memiliki sekitar 400 di seluruh Indonesia dengan jumlah penduduk 250 juta orang. Hal ini berbeda dengan Thailand yang memiliki 3.000 dokter ortopedi dengan total 75 juta penduduk. Belum lagi dengan subspesialis ortopedi, seperti dokter tulang bahu, engkel, dan lainnya.

"Maka kita harus perbanyak jumlah dokter spesialis dan subspesialis di Indonesia. Memang dengan adanya UU Kesehatan yang baru ini diharapkan mampu segera mencetak para dokter," ungkapnya.

Alarm Wisata Medis
Sekadar informasi, jumlah penduduk Indonesia yang melakukan medical tourism atau wisata medis ke Malaysia mencapai 1,5 juta orang. Sementara lainnya ke Singapura, Jepang, Thailand, Korea dan lainnya. Di luar itu, 100 juta masyarakat masih percaya berobat di Indonesia.

"Meski begitu hal ini menjadi alarm bagi kita. Bisa dikroscek bahwa orang Singapura, Thailand dan Malaysia pun banyak yang berobat ke negara lain meski di negaranya sendiri sudah terbilang maju industri kesehatannya. Jadi fenomena ini seperti liburan atau wisata medis yang mencari alternatif lain di luar negaranya," ungkap dr Eddy.

Menyikapi hal ini, lanjut dia, dengan memperbaiki jumlah layanannya, perbanyak dokter spesialis dan subspesialis serta pemerataannya. Memang belakangan ini sudah mulai membaik pelan-pelan. Tinggal dipercepat saja prosesnya.

"Tetapi untuk menghentikan warga Indonesia berobat ke luar negeri, tentu tidak bisa. Begitu juga sebaliknya. Ada warga Amerika atau negara tetangga yang ingin program bayi tabung atau pengobatan lain di Indonesia, karena faktor ingin lebih dekat dengan saudaranya yang berada di Indonesia atau unsur lain," terangnya.

Ia mencontohkan, jaringan rumah sakit Bangkok Dusit Medical Services (BDMS), menjadi salah satu pilihan untuk wisata medis. Senior International Marketing BDMS Thailand, Nuttachote Sanpairote mengatakan pihaknya menjamin kenyamanan pasien mancanegara khususnya dari Indonesia, dengan menyediakan tim khusus pasien internasional.

"Kami membantu pasien sejak awal hingga selesai. Mulai soal administrasi untuk asuransi kesehatan internasional, penerjemah bahasa, penjemputan di bandara ke rumah sakit, hingga penjemputan dari rumah sakit," paparnya.

Menurutnya, deretan prosedur yang populer dilakukan masyarakat Indonesia di Thailand antara lain, operasi plastik hingga prosedur pengobatan lain seperti operasi jantung minimal invasif, penggantian pinggul dan lutut, serta penanganan stroke.



Bagikan

BERITA TERKAIT

Menyebar dari Eropa ke Asia, Inilah 5 Fakta Seputar Kutu Busuk yang Wajib Diketahui

Menyebar dari Eropa ke Asia, Inilah 5 Fakta Seputar Kutu Busuk yang Wajib Diketahui

INTERNASIONAL
6 Cara Mengelola Emosi Saat Marah agar Tetap Terkontrol

6 Cara Mengelola Emosi Saat Marah agar Tetap Terkontrol

LIFESTYLE
Hari Kesehatan Nasional, Pemkab Blitar Gelar Senam Sehat dan Baksos

Hari Kesehatan Nasional, Pemkab Blitar Gelar Senam Sehat dan Baksos

NUSANTARA
Buka Festival Hidup Sehat, Menkes Budi Gunadi Beri Tip Kesehatan

Buka Festival Hidup Sehat, Menkes Budi Gunadi Beri Tip Kesehatan

NASIONAL
Merdeka Kesehatan dan Finansial Bersama Danamon Privilege Connect

Merdeka Kesehatan dan Finansial Bersama Danamon Privilege Connect

EKONOMI
Danamon Privilege Connect Beri Solusi Kesehatan Holistik Bersama Komunitas

Danamon Privilege Connect Beri Solusi Kesehatan Holistik Bersama Komunitas

EKONOMI

BERITA TERKINI

8 Cara Alami Atasi Lemak Tanpa Sedot Lemak

8 Cara Alami Atasi Lemak Tanpa Sedot Lemak

HEALTH 58 menit yang lalu
Loading..
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ARTIKEL TERPOPULER





Foto Update Icon
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT