Jakarta - Peneliti ICW, Lalola Easter, mengakui, praktik suap di sistem peradilan Indonesia masih marak terjadi. Hal itu, kata dia, mengacu pada hasil survei Global Corruption Barometer 2013 oleh Transparency International (TI) yang mengungkapkan 86 persen responden di Indonesia menilai bahwa lembaga peradilan adalah lembaga paling korup.
"Angka ini merupakan penilaian awal para koresponden survei yang merasa bahwa lembaga peradilan merupakan salah satu lembaga paling korup di Indonesia, dan dapat terjadi salah satu indikator penilaiannya adalah praktik suap yang marak terjadi di dalam praktik peradilan," ujar Lalola saat dihubungi, Senin (27/7).
Parameter lain yang bisa jadi ukuran, kata Lalola, adalah jumlah hakim Tipikor yang pernah ditindak oleh KPK yakni 5 orang, di antaranya Kartini Marpaung (Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Semarang), Asmadinata (Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Palu), Heru Kisbandono (Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Pontianak), Pragsono (Hakim Pengadilan Tipikor Semarang) dan Setyabudi Tejocahyo (Hakim Pengadilan Tipikor Bandung).
"Dari sini dapat dilihat, bahkan hakim pengadilan tipikor masih rawan menjadi pelaku tindak pidana korupsi," ungkapnya.
"Belum lagi, beberapa perkara korupsi yang belakangan ini menjerat pengacara dan panitera pengadilan, ini menunjukkan bahwa masih banyak penyelewengan yang terjadi di lingkungan peradilan di Indonesia," tambahnya.
Menurut Lalola, hakim punya andil besar dalam mewujudkan keadilan bagi pencari hukum. Namun, lanjutnya hakim bukan satu-satunya pembentuk keadilan.
"Karena praktik hukum yang berkeadilan dimulai bahkan sejak pembentukan peraturan dan pelaksanaan hukum acara oleh para penegak hukum," tandasnya.