Jayapura - Film Tanah Mama yang merupakan film dokumenter berdurasi 62 menit yang disutradarai Asrida Elisabeth ditarik pemutarannya dalam Festival Budaya Melanesia di Kupang yang dilaksanakan mulai 26-30 Oktober 2015. Film ini diproduksi oleh Kalyana Shira Films dan diproduseri oleh Nia Dinata.
"Tanah Mama merupakan film dokumenter tentang perjuangan sehari-sehari perempuan Papua di Kurima, salah satu wilayah yang ada di pegunungan tengah Papua. Film ini merupakan salah satu film yang lolos seleksi Program Project Change.
Salah satu alasannya ditariknya film ini karena Festival Melanesia di Kupang lebih merupakan proyek politik dan diplomasi Indonesia daripada sebuah acara kebudayaan. Apalagi kegiatan di Kupang merupakan kelanjutan dari diterimanya Indonesia dalam Melanesian Spearhead Group (MSG), di mana Indonesia diwakili lima provinsi di Indonesia yaitu Papua, Papua, Barat, Maluku, Maluku Utara dan NTT yang kemudian dinamakan Melanesia Indonesia (Melindo).
“Klaim Melindo bagi saya terasa mengada-ada dan memicu politik identitas yang berbahaya di Papua. Masyarakat sipil di Papua pasti melihat kegiatan ini sebagai pengalihan isu di tengah upaya membangun solidaritas di wilayah Pasifik, dimana identitas Melanesia menjadi dasar perjuangan untuk penghormatan, perlindungan dan pemberdayaan orang Papua. Sementara untuk orang NTT, Maluku dan Maluku Utara, identitas melanesia ini seperti baru ‘diberikan’ negara,” kata sutradra Asrida Elisabet dalam siaran pers yang diterima SP, Rabu (28/10) pagi.
Menurutnya, sebagai bagian dari pekerja HAM di Papua dan mempertimbangkan rumitnya persoalan Festival Melanesia itu dalam lingkaran politik, ekonomi, sosial budaya di Papua, Indonesia dan Pasifik, maka festival tersebut dirasa sangat terkesan politis.
“Dalam konteks Papua lebih menciptakan kontroversi daripada penghargaan terhadap orang Melanesia. Saya pun tak pernah berkeinginan film dokumenter Tanah Mama digunakan dalam kerumitan persoalan ini. Apalagi film tersebut diputar sebagai perwakilan Papua,” ujarnya
Padahal film Tanah Mama memiliki pesan kepada pemerintah Indonesia untuk memperhatikan kondisi di Tanah Papua, baik hak sipil, politik, maupun hak ekonomi, sosial dan budaya. Sejak film itu diputar untuk umum, pemerintah Indonesia tidak ada usahanya untuk memperbaiki situasi, khususnya wilayah-wilayah yang berada di pegunungan tengah Papua.
“Memakai film ini untuk diplomasi Melanesia sangat tidak tepat. Saya pun berterima kasih kepada Kalyana Shira yang telah menarik kembali film "Tanah Mama" dari festival ini,” kata Asrida.
Untuk diketahui, Festival Budaya Melanesia di Kupang mengundang sejumlah negara anggota MSG, seperti Papua Nugini, Fiji, Kepulauan Salomon, Vanuatu, dan Keledonia Baru. Dari Indonesia, bukan hanya provinsi Papua dan Papua Barat yang menegaskan identitas melanesia, tetapi NTT, Maluku, Maluku Utara, yang oleh pemerintah diklaim juga merupakan bagian dari ras melanesia yang kemudian disebut melanesia Indonesia (Melindo). Agenda dalam festival ini antara lain konferensi, pemutaran film dan pertunjukan tari.
Untuk diketahui, Festival Budaya Melanesia di Kupang mengundang sejumlah negara anggota MSG, seperti Papua Nugini, Fiji, Kepulauan Salomon, Vanuatu, dan Keledonia Baru. Dari Indonesia, bukan hanya provinsi Papua dan Papua Barat yang menegaskan identitas melanesia, tetapi NTT, Maluku, Maluku Utara, yang oleh pemerintah diklaim juga merupakan bagian dari ras melanesia yang kemudian disebut melanesia Indonesia (Melindo). Agenda dalam festival ini antara lain konferensi, pemutaran film dan pertunjukan tari.
Saksikan live streaming program-program BTV di sini
Sumber: Suara Pembaruan