Yogyakarta - Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Paku Alam IX, Wakil Gubernur DI Yogyakarta, wafat pada usia ke 77 di ICU RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, Sabtu (21/11) pukul 15.10 WIB setelah dirawat sejak 6 November lalu.
Terlahir dengan nama BRMH Ambarkusumo di Yogyakarta, pada 7 Mei 1938, almarhum meninggalkan tiga orang putra, Wijoseno Hariyo Bimo (53), Hariyo Seno (43) dan Hariyo Danardono (41).
Sri Paku Alam IX merupakan putra tertua dari KGPAA Paku Alam VIII dan ibundanya KRAy Purnamaningrum dan dinobatkan pada 26 Mei 1999 sebagai KGPAA Paku Alam IX menggantikan mendiang ayahnya Paku Alam VIII.
Menurut keteranga Direktur RSUP Sardjito, Muhammad Safak Hanung, Sri Paduka Pakualam IX tutup usia akibat penyakit pernafasan akut dan sejak hari Minggu (15/11) masuk di ruang perawatan ICU.
Sementara itu, Humas Pemerintah DIY, Iswanto menuturkan pihaknya belum mengetahui secara pasti prosesi pemakaman Sri Paduka Pakualam IX. Namun merunut pada prosesi pemakaman kerabat Paku Alam lainnya, kemungkinan besar akan di makamkan di Astana Girigondo, Temon Kulonprogo.
“Dalam hal pemakaman, saat ini kerabat Puro Pakualaman Yogyakarta sedang membicarakannya,” ucapnya.
Sedang salah seorang kerabat Puro Pakualaman, KRM Indro Kimpling menyatakan, Astana Girigondo, yang tepatnya terletak di Dusun Girigonda, kelurahan Kaligintung, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, merupakan areal peristirahatan terakhir yang diperuntukkan bagi raja-raja Pakualaman dan kerabat Pakualaman.
Tempat itu mulai difungsikan sebagai areal pemakaman, mulai di masa pemerintahan KGPAA Paku Alam V pada tahun 1900. Sedangkan KGPAA Paku ALam I sampai dengan KGPAA Paku ALam IV dimakamkan di Hastorenggo, Kotagede Yogyakarta.
Putra Mahkota
Jauh hari sebelum mangkat, atau pada tahun 2012, Pakualam IX sudah menunjuk putra sulungnya, Kanjeng Bendara Pangeran Haryo Prabu Suryodilogo, sebagai putra mahkota yang akan meneruskan kepemimpinan serta menjalankan ketataprajaan Kadipaten Pakualaman.
Menurut kerabat Pakualaman, KPH Kusumoparastho, penunjukkan putra mahkota yang dilakukan sebelum Paku Alam IX mangkat, memang berbeda dari mekanisme pemilihan Paku Alam IX menggantikan ayahnya yang dilakukan setelah Paku Alam VIII wafat. Menurutnya, perbedaan mekanisme ini menunjukkan Paku Alam IX memiliki persiapan yang matang dalam regenerasi.
Dikatakan, karena selama hidupnya Paku Alam IX, hanya memiliki seorang istri, maka tidak sulit menentukan putra mahkotanya.
Sumber: Suara Pembaruan