Jakarta- Kerugian dan kerusakan akibat bencana gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi di Kota Palu, Kabulaten Sigi, Donggala, dan Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) terus meningkat.
Peningkatan jumlah dampak ekonomi terjadi karena data lebih lengkap dibandingkan sebelumnya. Hingga Sabtu (27/10), kerugian dan kerusakan akibat bencana di Sulteng mencapai Rp 18,48 triliun. Data sebelumnya, Minggu (21/10), mencapai Rp 13,82 triliun.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, dampak ekonomi diperkirakan masih akan terus bertambah karena belum semua data kerusakan selesai dilakukan.
Dari angka Rp 18,48 triliun tersebut, kerugian mencapai Rp 2,89 triliun, sedangkan kerusakan mencapai Rp 15,58 triliun. Pengertian kerusakan adalah nilai kerusakan stock fisik aset. Kerugian adalah arus ekonomi yang terganggu, yaitu pendapatan yang hilang atau biaya yang bertambah pada lima sektor, yaitu permukiman, infrastruktur, ekonomi, sosial, dan lintas sektor.
Dampak kerugian dan kerusakan sebesar Rp 18,48 triliun ini berasal dari sektor permukiman mencapai Rp 9,41 triliun, sektor infrastruktur Rp 1,05 triliun, sektor ekonomi Rp 4,22 triliun, sektor sosial Rp 3,37 triliun, dan lintas sektor mencapai Rp 0,44 triliun.
Menurutnya, kerugian dan kerusakan di sektor permukiman adalah paling besar karena luas dan masifnya dampak bencana. Hampir sepanjang pantai di Teluk Palu bangunan rata tanah dan rusak berat. Terjangan tsunami dengan ketinggian antara 2,2 hingga 11,3 meter dengan landaan terjauh mencapai hampir 0,5 km telah menghancurkan permukiman.
“Begitu juga adanya amblesan dan pengangkatan permukiman di Balaroa dan adanya likuefaksi yang menenggelamkan permukiman di Petobo, Jono Oge dan Sibalaya telah menyebabkan ribuan rumah hilang,” ujar Sutopo.
Berdasarkan sebaran wilayah, kerugian dan kerusakan di Kota Palu mencapai Rp 8,3 triliun, Kabupaten Sigi Rp 6,9 triliun, Donggala Rp 2,7 triliun, dan Parigi Moutong mencapai Rp 640 miliar.
Tim Hitung Cepat Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB dan UNDP, terus menghitung dampak dan kebutuhan untuk pemulihan nantinya. Kebutuhan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana diperkirakan lebih dari Rp 10 triliun.
“Tentu ini bukan tugas yang mudah dan ringan, namun pemerintah dan pemda akan siap membangun kembali nantinya,” katanya.
Data korban hingga 28 Oktober mencapai 2.086 orang meninggal dunia. Perinciannya, di Kota Palu 1.705 orang, Kabupaten Donggala 171 orang, Sigi 188 orang dan Parigi Moutong 15 orang. Sebanyak 1.309 orang hilang. Korban luka-luka tercatat 4.438 orang, dan mengungsi sebanyak 206.524 orang.
“Secara umum kondisi masyarakat sudah kondusif, perekonomian masyarakat mulai berjalan normal. Sinyal telekomunikasi dan internet telah pulih. Pelayanan listrik PLN sudah mencapai 97 persen,” katanya.
Empat kecamatan di Kabupaten Sigi meliputi Kecamatan Lindu, Kulawi, Kulawi Selatan, dan Titikor masih agak terisolasi karena akses menuju daerah tersebut tertimbun longsor kembali sejak 21 Oktober lalu.
Hujan deras menyebabkan longsor dan banjir di wilayah tersebut. Upaya membuka daerah dengan membersihkan material longsor dengan alat-alat berat masih dilakukan. Akses jalan dilakukan dengan buka tutup. Kendaraan truk berbadan sedang yang mampu mengangkut logistik 3 ton ke atas tidak dapat melalui jalan tersebut. Untuk droping bantuan, heli MI-8 BNPB masih dioperasikan. Sebanyak 18 kali penerbangan dengan membawa logistik sebanyak 32,7 ton sudah didistribusikan.
Pembangunan huntara terus dilakukan, baik yang dibangun pemerintah maupun dari berbagai pihak. Masyarakat sekitar pantai di Parigi Moutong mulai kembali ke rumahnya setelah sebelumnya mengungsi pada sejak 26 Okober.
Adanya isu menyesatkan yang disebarkan banyak pihak bahwa akan terjadi gempa dan tsunami besar pada 26-28 menyebabkan ribuan masyarakat yang tinggal di pantai mengungsi ke daerah-daerah yang lebih tinggi.
Sumber: PR