Jakarta, Beritasatu.com - Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) hanya memastikan proses pengisian jabatan sesuai Undang-Undang (UU) 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Terkait praktik maupun indikasi jual beli jabatan, bukan menjadi kewenangan KASN.
"Kami tidak mengawasi jual beli jabatan, karena kan itu soal pidana. Kami tidak masuk ranah itu. Kami masuk aspek administrasi pengisian jabatannya saja," kata Komisioner KASN, Made Suwandi saat dihubungi, Selasa (26/3/2019).
Made menjelaskan secara singkat tahapan pengisian jabatan. KASN akan memastikan terlebih dahulu bahwa posisi jabatan untuk diisi memang kosong. Misalnya karena pejabat bersangkutan telah pensiun.
Berikutnya, lanjut Made, instansi mengajukan pengisian jabatan kepada KASN, termasuk menyangkut metode seleksinya, dan jadwal. Jika seluruhnya sudah dilengkapi, KASN mengeluarkan rekomendasi untuk dilakukan seleksi. Mulai dari wawancara, pembuatan makalah, assesment, rekam jejak, dan lainnya.
Nantinya, terdapat tiga pejabat hasil seleksi. "Instansi lapor lagi ke kami bahwa proses sudah berjalan. Lalu kami cek. Kalau semua berjalan sesuai ketentuan langsung kami kasih rekomendasi. Silakan memilih salah satu untuk dilantik menjadi pejabat. Itu prosedur administrasi yang bisa kami awasi," ungkap Made Suwandi.
Pada bagian lain, Made menyatakan, pihaknya terbuka terhadap setiap laporan dari elemen masyarakat terkait indikasi jual beli jabatan. Laporan itu tentu telah dilengkapi dengan beberapa bukti. "Boleh ada pengaduan. Dari siapa saja soal indikasi jual beli jabatan. Biasanya kadang-kadang kalau ada indikasi itu, dilaporkan ke kami," ucap Made Suwandi.
Made menambahkan, pengaduan yang diterima akan diteruskan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Kami punya kerjasama dengan KPK. Kalau ada bukti-bukti awal, kami serahkan ke KPK. Sebab pengusutan jual beli jabatan bukan kewenangan kami, tapi KPK," tegas Made Suwandi.
Made menuturkan, dugaan jual beli jabatan yang dilaporkan ke KASN tidak begitu banyak. Menurut Made, pergantian pejabat setelah Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) justru yang cukup signifikan. "Setelah Pilkada biasanya terjadi gelombang pergantian pejabat. Ada istilahnya balas dendam atau balas budi. Jual beli jabatan sedikit. Laporannya enggak banyak. Balas budi dan balas dendam itu yang banyak," ungkap Made.
Made menegaskan, pihaknya tak akan menyetujui mutasi itu jika dengan alasan tersebut. Made menjelaskan, seorang pejabat dapat dimutasi jika minimal sudah dua tahun menjabat.
"Atau kalau di-non job apa alasannya? Non job kan karena hukuman berat, ada kesalaham sudah ada BAP (berita acara pemeriksaan) atau belum. Kalau tidak terpenuhi, kami kembalikan ke jabatan semula. Enggak bisa diberhentikan," ucap Made.
Modus
Menyetorkan uang dinilai sebagai salah satu modus jual beli jabatan. Tak hanya itu, ada juga modus memuluskan proyek tertentu oleh pejabat yang diangkat. Demikian diungkap Asisten KASN bidang Pengaduan dan Penyelidikan, Nurhasni.
"Selama ini modusnya seperti nyetor uang. Tapi belakangan ini kadang bukan nyetor uang lagi. Ada beberapa kasus yang mungkin sudah diangkat dulu. Nanti ada perjanjian di situ. Proyek dimuluskan izinnya. Modus-modusnya seperti itu. Intinya menempatkan seseorang tentu tidak gratis," kata Nurhasni.
KASN kini tengah mendalami 13 indikasi praktik jual beli jabatan di lingkup pemerintah pusat dan daerah.
"Ada 13 dalam pengamatan, karena laporan masyarakat. Kami tidak serta merta tindak lanjuti. Tentu laporannya harus diperdalam lagi. Harus cukup bukti. Tidak cukup hanya desas desus. Kami enggak bisa menyimpulkan 13 ini terjadi jual beli jabatan," ujar Nurhasni.
KASN berkomitmen untuk bekerja sama dan terus berkoordinasi dengan KPK. Pasalnya, seperti juga disampaikan Made, sudah ada nota kesepahaman (MoU) antara KASN dengan KPK nomor 265/2017 dan Nomor 1/MoU.KASN/11/207. Hal itu mengenai kerjasama dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dan pengawasan implementasi kebijakan manajemen aparatur sipil negara (ASN).
KASN dan KPK dimungkinkan saling tukar menukar data dan informasi terkait peningkatkan efektivitas pemberantasan korupsi. Mengenai kasus jual beli jabatan di Kementerian Agama (Kemag), Nurhasni menampik anggapan jika KASN kecolongan. "Tidak ada istilah KASN kecolongan. Kami dalam kasus Kemag dari awal sudah ada rekomendasi," jelas Nurhasni.
KASN memeriksa dokumen rencana seleksi dan telah menerbitkan persetujuan melalui surat Ketua KASN Nomor B-2840/KASN/12/2018pada 18 Desember 2018 Perihal Rekomendasi Rencana Seleksi Terbuka JPT Madya dan JPT Pratama di Lingkungan Kemag. Saat seleksi berjalan, KASN menerima laporan masyarakat. Ditemukan dua pelamar untuk JPT Pratama yang pernah dijatuhi persetujuan disiplin, disetujui dalam seleksi administrasi dan diikutsertakan pada saat terpilih.
KASN lantas melakukan verifikasi dan kemudian mengirim surat Nomor B-342 / KASN / 12/2018 pada 29 Januari 2019 Perihal Rekomendasi atas Dugaan Pelanggaran dalam Seleksi Terbuka di Lingkungan Kementerian Agama yang Berkomunikasi dinyatakan tidak lulus. Rekomendasi KASN justru diabaikan. "Banyak sebenarnya rekomendasi KASN diabaikan (untuk kasus lain). Tapi lama-lama diikuti. Tapi kalau yang ini (Kemag) mengabaikan dalam proses singkat. Kasusnya terkuak dalam OTT (operasi tangkap tangan) KPK," ucap Nurhasni.
Pada bagian lain, menurut Nurhasni, pengisian jabatan karena kesamaan pilihan politik atau kekerabatan jarang terjadi di awal seleksi. "Nanti saat pengangkatan baru terjadi. Biasanya awalnya kan enggak ada nih. Awal itu kan seleksi administrasi, pembuatan makalah, wawancara dan lainnya. Itu mungkin belum terjadi. Nanti yang kentara saat menetapkan yang dipilih," ujar Nurhasni.
Nurhasni menyebut, "Dulu ada kementerian pilih (kandidat) yang nomor 4. Harusnya kan dipilih tiga besar. Transaksi itu terjadi setelah ada penetapan. Kalau awal kan jelas. Awal memang kadang ada. Kasih masuk orangnya. Tapi kan ada proses. Di tiga besar mainnya. Tunjuk orangnya di tiga itu."
Sumber: Suara Pembaruan