Jakarta, Beritasatu.com - Intensitas typhoon atau topan Hagibis yang menyebabkan hujan deras dan angin kencang di Jepang mulai berkurang meninggalkan Jepang. Topan ini pun tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap cuaca di Indonesia.
Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Mulyono Rahadi Prabowo mengatakan, mengacu data Meteorologi Jepang (JMA) pada 13 Oktober 2019 malam, posisi topan sudah mulai menjauh dari timur laut Jepang atau berada di sekitar timur semenanjung Korea. "Topan menuju Samudera Pasifik Barat bagian Utara," kata Mulyono Rahadi Prabowo saat dihubungi di Jakarta, Senin (14/10/2019).
Topan Hagibis Tewaskan 23 Orang di Jepang
Dia mengatakan, walaupun masih dalam skala kuat dengan kecepatan angin 30-40 km per jam, namun intensitas Topan Hagibis mulai menurun. Saat ini kecepatan angin di pusat topan adalah 60 knots, sedangkan 12 jam sebelumnya 75 knots. "Dalam 24 jam ke depan JMA memprakirakan topan Hagibis akan menurun intensitasnya," kata Mulyono Rahadi Prabowo.
Dia juga mengungkapkan, posisi typhoon Hagibis makin menjauh dari wilayah Indonesia dan tidak memberikan dampak terhadap kondisi cuaca dan gelombang laut di Tanah Air, karena jaraknya jauh atau sekitar 5.000-6.000 km dari pusat siklon. "Dampak yang ditimbulkan hanya gelombag jarak jauh sekitar 2-2,5 meter di perairan Indonesia seperti utara Maluku," kata Mulyono Rahadi Prabowo.
Topan Hagibis Mengamuk di Jepang
Dari laporan JMA, topan Hagibis menyebabkan hujan mencapai 700 milimeter per hari. Intensitas ini tergolong sangat ekstrem. Sedangkan kecepatan angin mencapai 140 knot di pusaran siklonnya atau mencapai 250 km per jam dan sangat kuat sekali.
Ia menambahkan periode munculnya bibit topan ini di wilayah utara garis ekuator pada Oktober-November khususnya di Pasifik bagian barat atau timur Filipina.
Sementara Mulyono Rahadi Prabowo mengatakan, potensi hujan dengan intensitas sedang-lebat di beberapa wilayah Indonesia lebih dipengaruhi daerah tekanan udara rendah di wilayah Indonesia bagian utara yang membentuk daerah pertemuan angin yang memanjang dari Semenanjung Malaysia hingga Laut Sulawesi.
Prabowo menambahkan, dari pantauan BMKG, musim hujan akan datang di akhir Oktober atau awal November. "Meski di beberapa wilayah turun hujan sifatnya hanya sporadis lokal seperti di bagian utara Lampung, utara Banten, dan Jakarta," kata Mulyono Rahadi Prabowo.
Sedangkan untuk Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara masih mengalami kekeringan. "Musim hujan diperkirakan tiba di pertengahan November," kata imbuh Mulyono Rahadi Prabowo.
Sedangkan untuk wilayah yang sebelumnya banyak hotspot (titik panas) dan dilanda kebakaran hutan dan lahan memang sudah beberapa kali diguyur hujan. Namun sifatnya sementara karena belum masuk musim hujan.
"Riau, Jambi, Palembang beberapa waktu lalu memang sempat turun hujan. Namun di beberapa spot lahan gambut asap pembakaran masih keluar," kata Mulyono Rahadi Prabowo.
Begitu pula untuk wilayah Kalimantan meski sempat turun hujan namun di bagian timur, utara masih terdapat titik panas.
Sumber: Suara Pembaruan