Jakarta, Beritasatu.com - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadwalkan memeriksa Direktur Utama (Dirut) PT Petrokimia Gresik, Rahmad Pribadi, Kamis (21/11/2019).
Rahmad diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap kerja sama pengerjaan pengangkutan atau sewa kapal untuk distribusi pupuk antara PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog). Rahmad bakal diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka Direktur PT Humpuss Transportasi Kimia, Taufik Agustono.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka TAG, (Taufik Agustono)," kata Jubir KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Kamis (21/11/2019).
Rahmad Pribadi pernah diperiksa sebagai saksi kasus ini untuk proses penyidikan dengan tersangka saat itu, mantan anggota DPR Fraksi Partai Golkar, Bowo Sidik Pangarso pada, 4 Juli 2019. Rahmad Pribadi juga pernah dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan Bowo Sidik Pangarso.
Nama Rahmad Pribadi kerap muncul dalam persidangan perkara ini. Rahmad disebut berperan memperkenalkan Marketing Manager PT HTK, Asty Winasti dengan Bowo Sidik Pangarso untuk memuluskan kontrak kerja sama antara PT HTK dan PT Pilog di kawasan Kebon Sirih, Jakarta pada 31 Oktober 2017.
Dalam pertemuan itu, Asty meminta bantuan kepada Bowo agar PT HTK dapat menjalin kontrak kerja sama pengangkutan atau distribusi pupuk dengan PT Pilog. Hal ini lantaran kontrak kerja sama antara PT HTK dengan PT Kopindo Cipta Sejahtera (KCS) yang merupakan cucu perusahaan PT Petrokimia Gresik diputus pada 2015 setelah berdirinya PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC). Dalam persidangan, Rahmat membantah hal tersebut.
Belum diketahui apa yang bakal digali tim penyidik dalam pemeriksaan terhadap Rahmad Pribadi hari ini. Diduga, penyidik masih mendalami peran dan keterlibatan Rahmad Pribadi terkait sengkarut kasus suap ini.
Diketahui, penetapan tersangka terhadap Taufik merupakan pengembangan dari kasus suap yang menjerat mantan anggota DPR Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso dan anak buahnya Indung serta Marketing Manager PT HTK Asty Winasti.
Majelis Hakim telah menjatuhkan hukuman 2 tahun pidana penjara dan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan terhadap Indung. Sementara, Asty divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 1,5 tahun pidana penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta.
Majelis Hakim menyatakan Asty terbukti bersalah telah menyuap Bowo Sidik Pangarso melalui anak buahnya Indung sebesar Rp 311.022.932 dan USD 158.733. Suap itu diberikan Asty bersama dengan Taufik Agustono lantaran Bowo telah membantu PT HTK mendapatkan kembali kontrak kerjasama pengerjaan pengangkutan atau sewa kapal untuk distribusi pupuk dengan PT Pilog.
Suap tersebut dilakukan secara bertahap yakni pada 1 Oktober 2018 sebesar Rp 221.522.932 di Rumah Sakit Pondok Indah melalui orang kepercayaan Bowo Sidik, Indung Andriani. Selanjutnya pada 1 November 2018 sebesar USD 59.587 di Coffee Lounge Hotel Grand Melia melalui Indung Andriani.
Selain itu, pada 20 Desember 2018 sebesar USD 21.327 di Coffee Lounge Hotel Grand Melia melalui Indung Andriani. Kemudian pada 26 Februari 2018 sebesar USD 7.819 di kantor PT HTK melalui Indung Andriani.
Pada 27 Maret 2019 sebesar Rp 89.449.000 di kantor PT HTK melalui Indung Andriani. Bahkan, majelis hakim menyebut, Asty menerima fee sebesar USD 23.977.
Bowo Sidik saat ini masih menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Jaksa KPK menuntut Bowo Sidik Pangarso untuk dihukum 7 tahun pidana penjara dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa meyakini Bowo Sidik Pangarso bersama-sama dengan anak buahnya, Indung Andriani menerima suap dan gratifikasi yang bertentangan dengan jabatannya sebagai anggota DPR.
Sumber: Suara Pembaruan