Jakarta, Beritasatu.com - Wakil Ketua Komisi Hukum DPR, Ahmad Sahroni menilai tumpang tindih pelaksanaan ketentuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) antara pusat dan daerah seharusnya tidak terjadi apabila kedua belah pihak mau melaksanakan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam PSBB secara konsekuen.
Yang menjadi persoalan, kata Ahmad Sahroni, seringkali suatu aturan justru ditabrak karena banyaknya pihak yang mencoba menafsirkan aturan sesuai dengan kepentingan mereka masing-masing. Padahal ketentuan-ketentuan terkait PSBB sudah diatur dengan tegas apa saja yang dilarang dan dibatasi.
"Tafsir terhadap aturan justru sering membuat bias. PSBB sudah menetapkan larangan dan batasan, tinggal dijalankan tanpa perlu tafsir-tafsir lagi baik oleh pusat maupun daerah," kata Ahmad Sahroni, di Jakarta, Rabu (15/4/2020).
Seperti diketahui, kepastian rujukan pelaksanaan aturan PSBB belum satu suara. Di Jakarta sebagai model PSBB ada dualisme aturan. Di antaranya, DKI yang melarang perkantoran tutup (di luar yang dikecualikan). Namun di sisi lain Kementerian Perindustrian malah memberikan izin beroperasi kepada 200-an perusahaan di Jakarta.
Belum lagi terkait larangan ojek online (Ojol) yang tidak menegaskan apakah boleh membawa penumpang atau tidak yang justru membuat bingung masyarakat. Akhirnya kebijakan tersebut pun sempat dikembalikan ke masing-masing pemerintah daerah.
Diingatkan Sahroni, dalam kondisi saat ini pemerintah pusat dan daerah seharusnya mempertontonkan kepada masyarakat sebuah sinergi yang optimal memperjuangkan kepentingan orang banyak, bukan sebaliknya saling menyalahkan.
"Kasihan masyarakat dibuat bingung kalau sinergi tidak berjalan baik. Saatnya kita satu suara menghadapi Covid 19," ujarnya.
Sumber: BeritaSatu.com