Jakarta, Beritasatu.com - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan banyak orang tua yang gagal menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul.
Kegagalan disebabkan dua hak yakni, orang tua lalai menyiapkan program pendidikan dan menyediakan gizi maksimal untuk anak.
“Jebakan yang pertama adalah rendahnya kesadaran ibu dalam kaitannya dengan pendidikan anak. Jebakan kedua atau faktor yang menyebabkan orang tua gagal menyiapkan generasi emas ialah kurangnya pemberian asupan gizi saat anak di usia dini,” kata Muhadjir ketika menjadi pembicara kunci pada kegiatan daring rangkaian Hari Anak 2020 di Jakarta, Selasa (4/8/2020).
Kegagalan para orang tua tersebut, menurut Muhadjir berimbas pada tahapan seorang anak ketika berada di usia produktif, sehingga susah bersaing karena tidak memiliki keunggulan.
Perlu diingat, pada tahapan prenatal jebakan yang umumnya dihadapi orang tua adalah stunting, namun pada tahapan anak di usia dini jebakannya ialah malnutrisi.
Muhadjir berharap, Kowani dan organisasi-organisasi membantu untuk penurunan angka stunting dimulai dari perencanaan rumah tangga.
Muhadjir menyebutkan, jumlah rumah tangga miskin di Indonesia menentukan angka stunting. Di Indonesia bisa dibilang masih sangat tinggi sekitar 76 juta rumah tangga miskin, maka secara rata-rata keseluruhan ada 20%r umah tangga miskin di Indonesia.
"Persoalan stunting harus ditangani dengan sungguh-sungguh, karena orang sudah stunting, kemampuan kecerdasannya sudah selesai. Masalah stunting ini berdampak pada kecerdasan anak,” ujarnya.
Sementara kegagalan orang tua menyiapkan program pendidikan juga dibuktikan dengan data angkatan kerja Indonesia dan rumah tangga miskin. Tercatat 56% tenaga kerja Indonesia masih tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP) ke bawah, yaitu sebagian besar adalah tamatan Sekolah Dasar (SD) dan tidak tamat SD.
Alhasil, jika angkatan kerja hanya lulusan SD atau SMP, menurut Muhadjir, kondisi ini akan sulit untuk membangun sumber daya manusia (SDM) unggul. Berkaca dari fakta itu, Mudhajir mendorong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) murni dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP).
"Ini ancaman yang paling berbahaya adalah drop out tingkat SMP. Banyak sekali yang tidak lulus SMP, kemudian menjadi angkatan kerja dengan bayaran murah tetapi tidak produktif,” kata Muhadjir.
Sumber: BeritaSatu.com