Serang, Beritasatu, com - Kasus dugaan rekayasa rasio Non Performing Loan (NPL) atau kredit macet pada laporan keuangan Bank Banten tahun 2019 dilaporkan ke Bareskrim Polri.
Salah satu warga Banten bernama Mochamad Ojat Sudrajat selaku pelapor dan penggugat secara perdata Bank Banten di Pengadilan Negeri Serang, mengatakan pihaknya telah beberapa kali mendatangi Bareskrim Polri.
“Pada taggal 7 Agustus 2020, saya kembali mendatangi Bareskrim Polri untuk melaporkan kasus dugaan rekayasa rasio NPL pada laporan keuangan Bank Banten pada tahun 2019,” ujar Ojat, ketika dihubungi, Senin (10/8/2020).
Ojat memaparkan, pada laporan keuangan Bank Banten, nilai rasio kredit bermasalah atau NPL Bank Banten sebesar 4,01% pada tahun 2019 dan sebesar 4,92% pada tahun 2018.
Menurut Ojat, dengan kondisi NPL Bank Banten seperti di atas, seharusnya Bank Banten tidak dimasukkan dalam kategori Bank Dalam Pengawasan Intensif (BDPI) oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tanggal 17 Juni 2019.
Ojat menjelaskan, berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 15/PJOK.03/2017 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum, Pasal 3, ayat (2) poin (d), ditegaskan bahwa bank dinilai memiliki potensi kesulitan yang membahayakan kelangsungan usaha jika memenuhi satu atau lebih kriteria, di antaranya rasio kredit bermasalah secara neto (Non Performing Loan/NPL net) atau rasio pembiayaan bermasalah secara neto (Non Performing Financing/NPF net) lebih dari 5% (lima persen) dari total kredit atau total pembiayaan.
“Dalam laporan keuangan Bank Banten 2019, NPL berada di 4,01% dan pada tahun 2018 berada di 4,92%. Seharusnya Bank Banten menjelaskan semua persoalan ini. Mengapa Bank Banten ditetapkan sebagai bank dalam pengawasan intensif oleh OJK, kalau benar NPL Bank Banten berada di bawah 5%. Saya melihat ada yang aneh di sini. Saya melihat adanya dugaan rekayasa di sini, sehingga saya melaporkan ke Bareskrim Polri untuk membuat persoalan menjadi terang dan jelas,” ujar Ojat.
Ojat mengatakan, rasio NPL pada laporan keuangan Bank Banten tahun 2019 tersebut telah disahkan pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST), pada tanggal 17 Juli 2020.
“Yang ditangani Bareskrim Polri tidak hanya terkait masalah rasio NPL, tetapi juga masalah pemberian kredit senilai Rp 58 miliar yang diduga tidak sesuai standar operasional prosedur (SOP) perbankan, yang diduga sebagai pintu masuk kredit bermasalah senilai Rp188 miliar pada Bank Banten,” ujar Ojat pada rilis yang diterima Beritasatu.com, Senin (10/8/2020).
Menurut Ojat, kasus yang terjadi pada Bank Banten merupakan dugaan tindak pidana perbankan sebagaimana ketentuan Pasal 49 UU Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
Ojat juga mengaku bahwa pihaknya memiliki dokumen di mana pada tanggal 4 Agustus 2020, Bareskrim Mabes Polri diduga telah memanggil Direksi Bank Banten, dalam undangan klarifikasi dengan Nomor : B/2368/VI/RES.2.3/2020/Dittipideksus tertanggal 4 Juni 2020 yang ditujukan kepada direksi Bank Banten dengan inisial FMI, di mana kegiatan interview dilakukan melalui video conference pada tanggal 8 Juni 2020.
“Bahwa klarifikasi tersebut dilakukan dalam rangka adanya kredit pembiayaan modal kerja senilai Rp 58 miliar yang diduga telah diberikan oleh Bank Banten kepada perusahaan dengan inisial PT HNM,” ujarnya.
Mohon Perlindungan
Lebih jauh, Ojat mengungkapkan pihaknya telah mengajukan permohonan untuk meminta perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) atas saran kuasa hukum dan para pihak yang menaruh simpati padanya.
“Bahwa terkait adanya beberapa rekan media yang mempertanyakan atau mengkonfirmasi kepada saya, tentang adanya informasi Saya sudah meminta perlindungan ke LPSK, maka saya dapat jawab, benar saya telah mengajukan permohonan untuk meminta perlindungan dari LPSK. Itu pun dilakukan atas saran kuasa hukum dan para pihak yang simpatik terhadap saya,” ujarnya.
Menurut Ojat, momentum untuk menyehatkan Bank Banten adalah saat ini, karena karena di samping Gubernur Banten selaku Pemegang Saham Pengendali Terakhir (PSPT) Bank Banten telah telah menyertakan modalnya sebesar Rp 1,551 triliun maka akan lebih sempurna jika juga dilakukan penyehatan manajemen Bank Banten.
“Secara kebetulan Bareskrim Polri tengah menangani pengaduan permasalahan dugaan rekayasa nilai NPL dan berdasarkan informasi juga diketahui telah menerbitkan sprindik atas dugaan pemberian kredit senilai Rp 58 miliar yang diduga tidak sesuai dengan SOP perbankan,” ujar Ojat.
Sumber: BeritaSatu.com