Jakarta, Beritasatu.com – Peneliti senior Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Fachry Ali bergabung di lembaga itu pada 1977. Ketika itu, Fachry mengaku melihat banyak tokoh di lembaga tersebut.
Di Jalan Jambu Nomor 2, Menteng, Jakarta Pusat, Fachry bertemu Ismid Hadad, M Dawam Rahardjo, Daniel Dhakidae, Aswab Mahasin, Amir Karamoy. Ketika LP3ES berpindah alamat ke Jalan S Parman 81, Slipi, Jakarta Barat pada 1978, Fachry melihat lebih banyak tokoh.
Tokoh itu yakni Soedjatmoko, Taufik Abdullah, Nono Anwar Makarim, SB Judono, Dorodjatun Kuntjara-Jakti, Arief Budiman, Adnan Bujung Nasution, Harlan Bekti, Jusuf Jonodipuro, Sjahrir, Abdullah Sjarwani, Manuel Kaisiepo, Rustam Ibrahim, Imam Ahmad, Ison Basuni dan lain-lain.
“Belakangan, saya juga “melihat” Ignas Kleden, Abdurrahman Wahid, Ong Hok Ham, Farhan Bulkin, Ismed Natsir dan Djohan Effendi serta Vedi Hadiz,” ungkap Fachry saat menyampaikan orasi dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-49 LP3ES di Jakarta, Rabu (19/8/2020).
Fachry menuturkan, dalam sebuah acara pada suatu malam, perhatiannya tertuju kepada seorang muda yang berbicara dengan suara keras. Setiap orang yang bertemu dengan figur itu, lanjut Fachry, memberi hormat.
Fachry pun bertanya kepada seniornya, Jayanasty. “Saya bertanya, “Siapa itu?”. Jawabannya, “Hariman Siregar!” Seorang tokoh yang ketika saya baru masuk kuliah, telah menjadi Ketua Dewan Mahasiswa (Dema) Universitas Indonesia (UI),” ucap Fachry.
Fachry pun menyebut, “Di belakang para tokoh ini adalah Sumitro Djojohadikusumo dan Emil Salim, dua “raksasa” intelektual yang walau menjadi patron lembaga prestisius ini, sepanjang saya ingat, belum pernah saya lihat hadir di LP3ES,” kata Fachry.
Menurut Fachry, LP3ES dan konstituennya merupakan kelompok yang mempunyai sistem gagasan distinctive. Lolos dalam pertarungan sejarah di Indonesia sepanjang akhir 1950-an hingga pertengahan 1960-an. “Memberi tempat konseptual mereka dalam susunan masyarakat awal Orde Baru,” ujarnya.
Fachry menuturkan LP3ES banyak melakukan tindakan konkret seperti penelitian, penerbitan buku dan jurnal serta advokasi sosial-ekonomi. Sebuah gerakan yang dipersatukan dan dipicu serangkaian gagasan modernisasi, demokrasi, pencerdasan dan pemberdayaan masyarakat.
“Di atas itu yakni gerakan menolak kekuasaan otoriter. Penempatan saya dan kawan-kawan seangkatan bertugas di berbagai daerah untuk menjadi tenaga pengembangan lapangan bagi kemajuan industri kecil dan kerajinan rakyat, merefleksikan adanya gagaran keberpihakan terhadap rakyat,” ucap Fachry.
Fachry pun menyebut, Sebaran gagasan kritis melalui pemilihan tema-tema Jurnal Prisma serta aneka ragam judul buku untuk mempengaruhi pandangan publik, sudah barang tentu digerakkan oleh sebuah tesis besar tentang kebebasan dan kemerdekaan.”
Menurutnya dengan rangkaian tindakan tersebut, LP3ES secara langsung atau tidak membentuk konstituennya tersendiri. Gaya mahasiswa memperlihatkan cover Prisma yang menutupi buku-bukunya di kampus akhir 1970-an dan awal 1990-an, salah satu contoh penyebaran konstituen ini.
Sumber: BeritaSatu.com