Jakarta , Beritasatu.com - Peristiwa perusakan Kepolisian Sektor (Mapolsek) Ciracas, Jakarta Timur yang diduga melibatkan sejumlah oknum TNI hingga kini masih ditelusuri dan dituntaskan oleh tim gabungan TNI-Polri.
Pengamat militer dan intelijen, Susaningtyas NH Kertopati, menilai, bentrokan antar aparat di Indonesia merupakan peristiwa yang cukup unik. Dari hasil penelitian, persoalan kecemburuan sosial antar aparat akibat perbedaan tingkat kesejahteraan, atau perbedaan status sosial di masyarakat atau kebanggaan satuan yang berlebihan ternyata tidak terbukti.
"Bentrokan antar aparat di Indonesia memang cukup unik. Penelitian di berbagai negara boleh dikatakan hampir tidak pernah terjadi bentrokan antaraparat bahkan di negara-negara yang tingkat peradaban dan tingkat kesejahteraannya di bawah Indonesia," kata wanita yang akrab disapa Nuning itu, di Jakarta, Selasa (1/9/2020).
Menurutnya, penelitian-penelitian tersebut justru tidak pernah dilakukan oleh instansi-instansi yang aparatnya bentrok. Kalau pun ada, malah tidak pernah dijadikan dasar evaluasi pembinaan personel apalagi dipublikasikan kepada masyarakat luas.
"Penelitian tersebut sebenarnya bisa dilakukan sebagai bagian bukti transparansi dan kepercayaan publik," ujar Nuning.
Dirinya mengingatkan, sangat penting bagi masyarakat Indonesia melihat aparatnya untuk dapat betul-betul mengayomi, tidak sekedar jargon.
"Ketika bentrokan terjadi, acapkali dilihat sebagai kenakalan oknum dan dengan mudah diselesaikan hanya dengan jabatan antara dua komandan dilanjutkan main voli bersama," ujarnya.
Saat ini, beberapa akademisi pun dituntut untuk dapat lebih mencermati lebih mendalam terkait fenomena sosial yang terjadi. Semua dilakukan karena bentrokan antar aparat diyakini dapat mempengaruhi cara berpikir masyarakat.
"Hipotesisnya bisa saja ada persoalan yang mendasar di dalam norma dan nilai-nilai yang dipegang teguh oleh dua kesatuan tersebut. Bisa juga rebutan identitas nasional karena sama-sama merasa Bhayangkara Negara," katanya.
Sejak ratusan tahun di Indonesia hanya dikenal ksatria sebagai Bhayangkara Negara. Tapi begitu mengadopsi sistem nilai dari luar, semua dipaksa harus membedakan status Militer dan Polisi.
"Sudah saatnya ada langkah yang jitu untuk menyelesaikan persoalan Sosio-Psikologi ini pada porsi yang seharusnya," ucap Nuning.
Menurutnya, peristiwa Ciracas bukan hal baru. Pada waktu yang lalu pun beberapa kali hal yang sama di berbagai daerah. Setiap saat ada kejadian dianggap selesai saat Panglima TNI dan Kapolri berfoto bersama, sementara prajurit antar Matra sudah berolah raga bersama.
Saat ini yang lebih terpenting adalah adanya komunikasi organisasi yang dilakukan secara vertikal maupun horizontal. Semua harus dibenahi sehingga kebijakan dapat dipahami dihayati dilaksanakan dengan hati ikhlas, bukan hanya dihafal saja.
"Harus ada suatu perbaikan terhadap literasi yang dibaca oleh prajurit TNI Polri semua tingkatan, agar tidak mudah percaya hoax maupun berita Post Truth ( suatu upaya pembenaran bagi hal yang belum tentu benar)," ungkapnya.
Hal yang penting dilakukan adalah TNI-Polri juga perlu mengadakan riset terkait masalah pertikaian antar Matra/Institusi yang berulang terus. Semua harus dilakukan TNI maupun Polri untuk mengadakan riset atau penelitian terkait hal ini.
"Agar akar permasalahan atau embrio masalah dapat diketahui. Hasil penelitian dapat digunakan utk mengkoreksi Regulasi bila diperlukan," kata Nuning.
Lebih jauh, dirinya juga menyarankan akan melakukan Pulbaket (pengumpulan bahan keterangan dalam giat intelijen) yang mendalam, bukan melihat parsial dan kejadian semata saja.
"Perjalanan konflik ini harus kita urut, karena tidak ada peristiwa yang mendadak. Jika kita hanya melihat dinamika versus antar institusi saja, maka tidak bisa membaca embrio permasalahan," ungkapnya.
Dari semua yang terjadi, Nuning menilai, bisa saja merupakan impact dari situasi berkembang atau banyak sebab musabab lain. Lebih jauh, bisa saja Pelaku hanya kepanjangan tangan dari pihak yang punya kepentingan untuk meledakkan kekacauan sehingga menghancurkan citra pihak lain.
"Banyak variable pengukur dalam penyelidikan kasus harus masuk sebagai indikator," tutup Nuning.
Sumber: BeritaSatu.com