Jakarta, Beritasatu.com - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memerintahkan Deputi Penindakan menerbitkan surat perintah supervisi kasus dugaan korupsi skandal Djoko Soegiarto Tjandra yang kini ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Mabes Polri.
Kejagung telah menetapkan jaksa Pinangki Sirna Malasari, pengusaha Andi Irfan Jaya, dan Djoko Tjandra sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dan permintaan fatwa di Mahkamah Agung (MA).
Tak hanya Kejaksaan Agung, dalam rentetan skandal Djoko Tjandra, Bareskrim Polri juga sedang mengusut keterlibatan pejabat di internal Korps Bhayangkara. Bareskrim telah menetapkan mantan Kepala Biro Pengawasan (Korwas) PPNS Bareskrim, Brigjen Prasetijo Utomo, mantan Kadiv Hubinter Polri, Irjen Napoleon Bonaparte serta Anita Kolopaking selaku pengacara Djoko Tjandra sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait surat jalan dan hapusnya nama Djoko Tjandra dalam daftar red notice Interpol Polri.
"Pimpinan telah memerintahkan Deputi Penindakan untuk menerbitkan surat perintah supervisi penanganan perkara oleh Kejaksaan dan kepolisian terkait tersangka DST (Djoko Soegiarto Tjandra dan kawan-kawan," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (4/9/2020).
Untuk kepentingan supervisi itu, KPK akan mengundang Kejagung dan Polri untuk gelar perkara bersama terkait skandal Djoko Tjandra. Alex, sapaan Alexander Marwata belum mengungkap kapan gelar perkara bersama itu akan dilakukan.
Alex hanya menyebut undangan gelar perkara akan disampaikan dalam waktu dekat kepada kedua institusi penegak hukum tersebut.
"KPK akan mengundang kedua aparat penegak hukum tersebut untuk melakukan gelar perkara dalam waktu dekat," katanya.
Dari gelar perkara bersama ini, KPK akan menentukan langkah berikutnya. Tak tertutup kemungkinan, KPK akan mengambil alih kasus skandal Djoko Tjandra jika memenuhi syarat yang tercantum dalam Pasal 10A UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
"KPK akan melihat perkembangan penanganan perkara tersebut untuk kemudian mengambil sikap pengambilalihan apabila memenuhi syarat-syarat alasan sebagaimana diatur dalam Pasal 10A UU No. 19 Tahun 2019," katanya.
Pasal 10A ayat (1) UU KPK menyatakan, "Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengambil alih penyidikan dan/ atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan,"
Sementara, Pasal 10A ayat (2) menyatakan, "Pengambilalihan penyidikan dan/atau penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan: a. laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti; b. proses penanganan tindak pidana korupsi tanpa ada penyelesaian atau tertunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungiawabkan; c. penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana sesungguhnya; d. penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur tindak pidana korupsi; e. hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari pemegang kekuasaan eksekutif, yudikatif, atau legislatif; atau f. keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan."
Alex menjelaskan, pelaksanaan Pasal 10A ayat (1) dan (2) tersebut tidak perlu menunggu penyusunan Peraturan Presiden lebih lanjut. KPK pun mengajak masyarakat untuk bersama-sama mengawasi penanganan perkara tersebut.
"Kita perlu melihat perkara ini secara serius karena diduga melibatkan aparat penegak hukum," tegasnya.
Dalam kesempatan ini, Alex membantah adanya perbedaan pendapat di antara lima pimpinan KPK terkait koordinasi supervisi perkara skandal Joko Tjandra yang ditangani Kejagung dan Polri. Alex menegaskan, pernyataan para pimpinan KPK berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
"Tidak ada pernyataan yang bertentangan dari yang disampaikan oleh para pimpinan KPK terkait supervisi atau pengambilalihan perkara tersangka DST dan kawan-kawan. Pada pokoknya pernyataan yang disampaikan mengacu pada Pasal 11 UU KPK bahwa KPK berwenang menangani perkara terkait penegak hukum. Sedangkan, terkait pengambilalihan mengacu kepada Pasal 10A," tegasnya.
Sumber: BeritaSatu.com