Jakarta, Beritasatu.com - Kresna Hutauruk, kuasa hukum Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto menilai, dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang menjerat kliennya tidak tepat, terutama terkait pembelian saham PT SMR Utama Tbk. (SMRU) pada Maret 2018. Hal tersebut dikatakan Kresna dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (4/9/2020) malam.
Kresna menyatakan, dua mantan direksi PT Asuransi Jiwasraya yang juga menjadi terdakwa perkara ini, yakni Hendrisman Rahim dan Hary Prasetyo sudah tidak lagi menjabat sejak Januari 2018. Sementara dalam dakwaan Jaksa disebutkan pembelian saham SMRU oleh Jiwasraya dilakukan pada Maret 2018.
“Saya sudah sampaikan dalam sidang tadi malam. Di dakwaan, Jiwasraya melakukan pembelian saham SMRU secara direct baru sejak Maret 2018. (Padahal) direksi Jiwasraya, Pak Hendrisman Rahim dan Pak Hary Prasetyo itu menjabat sampai Januari 2018,” kata Kresna dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Sabtu (5/9/2020).
Dalam surat dakwaan atas para terdakwa perkara dugaan korupsi Jiwasraya disebutkan, pada tanggal 28 dan 29 Maret 2018, PT AJS melakukan pembelian saham SMRU sejumlah 25.539.500 lembar saham dengan nilai Rp 13,57 miliar. Kresna meyakini pembelian saham SMRU tersebut sudah masuk periode kepemimpinan direksi PT Asuransi Jiwasraya yang baru.
“Kan sangat aneh perbuatan yang dilakukan oleh direksi baru dituduhkan ke terdakwa yang sudah tidak menjabat,” katanya.
Saat dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan pada Kamis (3/9/2020), Hary Prasetyo mengaku terakhir kali menjabat sebagai Direktur Keuangan PT Jiwasraya pada 15 Januari 2018.
Dalam persidangan itu, Hary menambahkan kinerja keuangan Asuransi Jiwasraya mengalami peningkatan saat akhir 2017 hingga awal 2018 jika dibandingkan sebelum dirinya masuk jajaran direksi atau awal menjabat pada 2008 silam.
“Posisi laporan keuangan itu sangat baik dengan RBC (risk based capital/tingkat solvabilitas) yang tadinya minus 580 persen menjadi plus, kurang lebih 200-an persen. Itu suatu prestasi bahwa kami menghidupkan kembali mayat hidup yang sudah takkan mungkin kembali hidup,” kata Hary.
Diketahui, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Direktur Utama PT Hanson Internasional Benny Tjokrosaputro dan Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat serta empat terdakwa lainnya melakukan korupsi terkait pengelolaan dana PT Asuransi Jiwasraya.
Atas perbuatan Benny dan Heru bersama empat terdakwa lain, keuangan negara menderita kerugian hingga sebesar Rp 16,8 triliun berdasarkan audit BPK tanggal 9 Maret 2020.
Empat terdakwa lain perkara ini dengan surat dakwaan terpisah, yaitu, Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto, mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Hary Prasetyo dan eks Kepala Divisi Investasi PT Asuransi Jiwasraya Syahmirwan.
Jaksa membeberkan, Benny Tjokro melakukan kesepakatan bersama dengan petinggi PT Asuransi Jiwasraya untuk melakukan transaksi penempatan saham dan reksa dana perusahaan asuransi tersebut. Kesepakatan itu dilakukan dengan tidak transparan dan akuntabel.
Tiga petinggi Jiwasraya, Hendrisman Rahim, Hary dan Syahmirwan juga didakwa melakukan pengelolaan investasi tanpa analisis yang objektif, profesional dan tidak sesuai nota interen kantor pusat. Jaksa menyebut analisis hanya dibuat untuk formalitas.
Hendrisman, Hary, dan Syahwirman juga disebut membeli saham sejumlah perusahaan tanpa mengikuti pedoman investasi yang berlaku. Ketiga terdakwa disebut Jaksa membeli saham melebihi 2,5% dari saham perusahaan yang beredar.
Keenam terdakwa dan pihak terafiliasi juga telah bekerja sama untuk melakukan transaksi jual-beli saham sejumlah perusahaan dengen tujuan inventarisasi harga. Hal tersebut pada akhirnya tidak memberikan keuntungan investasi dan tidak dapat memenuhi kebutuhan likuiditas guna menunjang kegiatan operasional.
Jaksa mengatakan, Hendrisman bersama-sama Hary Prasetyo, Syahmirwan, Heru Hidayat dan Benny melalui Joko Hartono mengatur dan mengendalikan 13 Manajer Investasi dengan membentuk produk reksa dana khusus untuk PT Asuransi Jiwasraya. Hal ini dilakukan agar pengelolaan instrumen keuangan yang menjadi underlying reksa dana PT Asuransi Jiwasraya dapat dikendalikan oleh Joko Hartono Tirto.
Jaksa juga menyebut Heru, Benny dan Joko turut memberikan uang, saham dan fasilitas lain kepada tiga petinggi Jiwasraya. Pemberian dilakukan terkait pengelolaan investasi saham dan reksadana di perusahaan tersebut selama 2008-2018.
Atas perbuatannya, keenam terdakwa didakwa melanggar melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 dan atau Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b, Pasal 18 ayat (2) dan Pasal 18 ayat (3) UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain didakwa melakukan tindak pidana korupsi, Benny Tjokro dan Heru Hidayat juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Sumber: BeritaSatu.com