Jakarta, Beritasatu.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan gelar perkara bersama dengan Bareskrim Polri terkait skandal Djoko Tjandra, Jumat (11/9/2020). Bareskrim diketahui sedang menangani dua kasus terkait skandal Djoko Tjandra yakni kasus dugaan hilangnya red notice Joko dan kasus surat palsu. Terdapat empat orang yang menyandang status tersangka, yakni Djoko Tjandra, pengacaranya Anita Kolopaking, pengusaha Tommy Sumardi, mantan Kadiv Hubinter Irjen Napoleon Bonaparte, dan mantan Korwas PPNS Brigjen Prasetijo Utomo.
Usai mendengar pemaparan tim Bareskrim yang dipimpin Direktur Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Brigjen Djoko Poerwanto, KPK menilai Bareskrim belum mengungkap lebih jauh mengenai motif Djoko Tjandra menyuap Napoleon Bonaparte selaku Kadiv Hubinter agar namanya hilang dari daftar red notice Interpol. KPK menduga tindak pidana yang dilakukan Djoko Tjandra itu terkait dengan pengurusan PK yang dilakukan Jaksa Pinangki yang kini kasusnya ditangani Kejaksaan Agung.
"Jadi belum menyentuh, apakah tujuan penghapusan itu. Apakah nanti akan mengarah kepada upaya-upaya untuk pengajuan PK dan seterusnya," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata usai gelar perkara bersama tim Bareskrim di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (11/9/2020).
Untuk itu, setelah gelar perkara bersama Bareskrim KPK mengaku belum bisa melihat kasus ini secara utuh. KPK berencana mendengar pemaparan tim Jampidsus Kejaksaan Agung mengenai kasus Jaksa Pinangki yang diduga menerima suap dari Djoko Tjandra untuk mengurus PK di PN Jaksel dan permintaan fatwa ke MA. Dengan pemaparan dari Bareskrim dan Kejagung, KPK berharap mendapat gambaran utuh mengenai rentetan skandal Djoko Tjandra. Hal ini lantaran KPK meyakini kasus suap Djoko Tjandra yang ditangani Bareskrim dan Kejaksaan saling terkait.
"Kami berharap gambaran utuhnya nanti siang. Kami akan mengundang Jampidsus apakah ada keterkaitan perkara yang ditangani Bareskrim dan Kejaksaan. Karena Djoko Tjandra ini kan ditetapkan sebagai tersangka di Bareskrim dan Kejaksaan. Jadi kita akan lihat keterkaitannya," katanya.
Alex menekankan, KPK mendorong agar Polri dan Kejaksaan mengusut tuntas rentetan skandal Djoko Tjandra. Jangan sampai skandal yang telah mencoreng wajah penegakan hukum di Indonesia tersebut hanya ditangani per bagian tanpa terungkap secara utuh tujuan Djoko Tjandra menyuap pejabat Polri dan Kejaksaan Agung.
"Kami ingin melihat Djoko Tjandra menyuap jaksa, kepolisian ini tujuannya apa. Itu garis tujuan besarnya yang ingin kami gambarkan. Kita tidak ingin melihat perkara itu berdiri sendiri-sendiri. Seolah-olah Djoko Tjandra menyuap polisi berbeda dengan perbuatan dia menyuap pejabat di kejaksaan. Nah ini sebetulnya tujuan dari korsup yang dilakukan KPK," katanya.
Meski demikian, sejauh ini, KPK menilai belum perlu mengambil alih skandal Djoko Tjandra yang ditangani Polri maupun Kejagung. Dikatakan, terdapat sejumlah syarat yang harus dipenuhi untuk mengambil alih penanganan suatu kasus korupsi, seperti mandeknya penanganan kasus. Sementara, kasus yang ditangani Kejaksaan dan Bareskrim terus berjalan hingga saat ini.
Terkait syarat lainnya untuk mengambil alih perkara, yakni penanganan kasus untuk melindungi pihak tertentu, KPK sejauh ini akan menggunakan kewenangan koordinasi dan supervisi untuk mendorong Kejaksaan dan Polri mengusut tuntas kasus ini dan menjerat pihak lain yang terlibat sepanjang ditemukan bukti permulaan yang cukup.
"Sementara kita akan lakukan korsup dulu, manakala KPK melihat ada pihak-pihak terkait yang belum diungkap Bareskrim atau Kejaksaan, ya kita akan dorong, tangani dulu. Kan mereka sementara ini mereka udah naikkan, kita akan mendorong kawan-kawan di Bareskrim maupun Kejaksaan kalau memang cukup alat buktinya. Jangan berdasarkan rumor saja. Kita tetap berpijak pada alat bukti," katanya.
Sumber: BeritaSatu.com