Jakarta, Beritasatu.com - Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto (JHT) membantah mengatur dan mengendalikan 13 Manajer Investasi (MI) untuk melakukan pembelian saham PT Asuransi Jiwasraya. Hal ini disampaikan Joko saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang perkara dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/9/2020).
Joko mengklaim tak mungkin mengendalikan Manajer Investasi seperti yang dituduhkan Jaksa Penuntut Umum dalam surat dakwaannya lantaran profesi tersebut independen dan sulit dipengaruhi oleh siapa pun. “Sekilas, kalau bukan karena dakwaan, itu sebuah pujian. Tetapi karena ini dakwaan maka saya tegaskan, hampir tidak mungkin saya mengendalikan 13 MI itu,” kata Joko Hartono Tirto dalam kesaksiannya di persidangan.
Diketahui, dalam surat dakwaan Jaksa disebutkan, Joko bersama Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat dan Direktur Utama PT Hanson Internasional Benny Tjokrosaputro didakwa mengatur dan mengendalikan 13 perusahaan manajemen investasi untuk membeli saham PT Asuransi Jiwasraya. 13 perusahaan yang disebut dalam dakwaan, yakni PT Dhanawibawa Manajemen Investasi/PT Pan Arcadia Capital (DMI/PAC), PT OSO Manajemen Investasi (OMI), PT Pinnacle Persada Investama (PPI), PT Millenium Danatama Indonesia/PT Millenium Capital Management (MDI/MCM), PT Prospera Asset Management (PAM). Kemudian PT MNC Asset Management (MNCAM), PT Maybank Asset Management (MAM), PT GAP Capital (GAPC), PT Jasa Capital Asset Management (JCAM), PT Pool Advista Asset Management (PAAA), PT Corfina Capital (CC), PT Treasure Fund Investama Indonesia (TFII), dan PT Sinarmas Asset Management (SAM).
Namun Joko Hartono Tirto menegaskan, tidak mungkin bisa mengatur MI. Apalagi, dari ke 13 MI itu, ada sejumlah nama besar seperti PT Sinarmas Asset Management (SAM), Maybank, PT MNC Asset Management (MNCAM dan PT OSO Manajemen Investasi (OMI). “Saya pemegang saham pun bukan. Kenal sama orangnya pun tidak. Bagaimana saya mengendalikan mereka. Kalau saya pemegang sahamnya, atasannya atau direksinya, saya memegang wewenang dan kendali ya, mungkin saja bisa mengendalikan mereka. Namun, saya bukanlah siapa-siapa,” tegasnya.
Joko menyebut mengendalikan satu MI saja susah, apalagi 13 MI. Untuk itu, Joko menegaskan, dakwaan JPU sulit diterima akal sehat. “Lah, ini dituduh mengendalikan 13 MI. Itu juga sudah benar mikirnya. Bagaimana caranya,” tuturnya.
Joko kembali menegaskan tuduhan mengendalikan MI tidak masuk akal. Sebab, profesi MI itu independen yang tunduk pada ketentuan OJK. Joko pun heran dengan tuduhan Jaksa yang menyebutnya mengendalikan saham di bursa. “Misalnya, saya disebutkan mengarahkan saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang merupakan BUMN. Bagaimana mungkin saya mengendalikan perusahaan ANTM yang sangat besar ini. Sahamnya juga dengan market kapitalisasi sekitar Rp 10 hingga 12 triliun. Manajemennya nggak kenal. Bagaimana saya mengendalikannya,” jelasnya.
Selain ANTM, Joko Hartono mengaku didakwa mengendalikan saham Telkom, Bank Mandiri dan sejumlah bank papan atas lainnya. “Kalau saya yang mengendalikan, saya jadi konglomerat yang bisa kemana-mana. Saya juga bingung dengan isi dakwaan,” tegasnya.
Senada dengan Joko, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat mengaku tidak mengenal satu pun dari 13 MI yang tercantum dalam surat dakwaan Jaksa. Dari sejumlah MI yang dihadikan sebagai saksi, Heru mengaku tidak pernah bertemu dalam 10 tahun terakhir. “Dakwaannya, tidak hanya mengendalikan 13 MI, tetapi juga mengendalikan Jiwasraya. Dari 13 MI itu, kenal saya nggak? Terus mengendalikannya pakai apa? Apa pakai telepati? Kan nggak mungkin,” jelasnya.
Dikatakan, MI merupakan profesi independen yang tunduk pada aturan dan ijin yang dikeluarkan oleh OJK. Untuk itu, sulit untuk mempengaruhi MI. “Mereka ini ibarat dokter jantung. Mereka tunduk pada aturan profesi. Saya misalnya menjadi pasien lalu datang ke dokter agar disuntik mati. Pasti dokternya nggak mau,” katanya.
Diketahui, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Direktur Utama PT Hanson Internasional Benny Tjokrosaputro dan Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat serta empat terdakwa lainnya melakukan korupsi terkait pengelolaan dana PT Asuransi Jiwasraya. Atas perbuatan Benny dan Heru bersama empat terdakwa lain, keuangan negara menderita kerugian hingga sebesar Rp 16,8 triliun berdasarkan audit BPK tanggal 9 Maret 2020.
Empat terdakwa lain perkara ini dengan surat dakwaan terpisah, yaitu, Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto, mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Hary Prasetyo dan eks Kepala Divisi Investasi PT Asuransi Jiwasraya Syahmirwan.
Jaksa membeberkan, Benny Tjokro melakukan kesepakatan bersama dengan petinggi PT Asuransi Jiwasraya untuk melakukan transaksi penempatan saham dan reksa dana perusahaan asuransi tersebut. Kesepakatan itu dilakukan dengan tidak transparan dan akuntabel.
Sumber: BeritaSatu.com